Saturday, September 3, 2011

Puisi (updated on Jul 15, 2021)

Teruntuk Seorang Clara
Suatu hari,
berbulan yang lalu
kamu datang dengan sebuah berita,
berita yang cukup mengejutkanku
sebuah tawaran datang kepadamu
Ketua Mudika, itulah isi tawarannya.
Tentu saja aku tidak bisa memberi apa-apa
kecuali anjuran untuk menerima dan sebentuk dukungan.
Hari demi hari berlalu
dan bulan pun berganti
sudah cukup banyak cerita bergulir dari bibirmu
segala suka dan duka sebagai seorang ketua
tapi di atas semuanya itu
kulihat kamu cukup sukses
dalam mendinamiskan kegiatan mudika.
Tapi,
hari ini
Kamu datang lagi dengan sebuah berita,
berita yang lagi-lagi mengejutkanku.
Pengunduran diri, itulah isi beritamu.
Tapi kali ini bukan dukungan yang aku berikan
karena…
ini bukanlah berita yang bisa aku duga sebelumnya
dan juga tentunya tidak aku harapkan
sekitar jam sembilan kamu masih sempat mengatakan
“Paskahan, koor sukses”
Tapi jam satu kamu datang dengan berita yang mengejutkan itu.
Terus terang aku menyayangkan keputusanmu yang satu ini
karena aku berharap kamu bisa menjadi contoh
bagi kaum muda yang lain
yang mau memberi dari kekuranganmu.
Mungkin aku tidak akan pernah mendengar lagi
Cerita tentang kegiatan Mudika di Paroki kamu
Malam ini,
ketika kutulis tulisan ini
aku masih sangat berharap kamu masih membuka untuk sebuah pertimbangan
karena aku juga masih berharap
keputusanmu itu kamu ambil dengan “emosi.”
Tidakkah kamu lihat
adik-adikmu masih butuh sosok kamu
sosok yang siap membimbing dan mendampingi mereka
Aku masih berharap…
dan semoga harapku ini sama dengan mereka,
adik-adikmu
Bogor, 20 April 1992
Yang masih berharap,


A.B. Lindawati

NB: Kugoreskan ini untuk C.Selly
Tambahan dari Selly 24 Agustus 2011: Ketua mudika pengganti adalah adik kelas yang selama ini dekat dengan Selly sehingga merupakan kaderisasi. Hikmahnya jadi ketua itu masalah mudah, bertahan di tengah badai adalah perkara tersulitnya.

Jakarta, 28 Januari 1995

Syukur pada-Mu ya Allah...

atas segala berkat dan bimbingan...

kesempatan dan pelajaran...

sehingga aku dapat hadir di sini

menjalani hidup di sini

mengalami perubahan di sini

Aku percaya itulah rencana-Mu

yang pasti indah bagiku

Engkau tahu pergulatan hidupku

Ketika aku jatuh...

dan tak kuat berdiri lagi...

Begitu menyakitkan...

Tapi...

sekali lagi aku tahu...

ada sebuah rencana indah bagiku

Sebuah pendidikan dengan hidup kini dan di sini

meski untuk itu aku harus menghadapi

begitu banyak kecewa

begitu banyak kesendirian

Aku ingin menjalani proses ini

supaya aku dikuatkan

diteguhkan...

dimotivasi...

menjadi aku yang adalah citra Putra-Nya

yang diciptakan untuk memuji, menghormati dan..

mengabdi keagungan Ilahi...

 

Di dalam Rumah-Mu

Pada awalnya

adalah sebuah perjalanan

yang mengantar ke sebuah taman

indah penuh bunga

bermain dan bercanda sepuas hati

langkah kaki melangkah dan melangkah

menuju pintu sebuah rumah

tinggi menjulang ke angkasa

berlantai iman

berdinding kesucian

berpintu kebijaksanaan

berpilar ketaatan

dan beratap keberanian

begitu indah

perlahan pintu itu membuka

seakan menyambut setiap yang datang

langkah kaki takut-takut memasukinya

ouw…

begitu banyak hal menarik

setiap jengkal berpenik-pernik

meski empunya tidak kelihatan

tak puas-puas mata memandang

langkah kaki ke lantai berikutnya

semakin banyak hal menarik

mata, tangan dan telinga bekerja

mengamati , memegang dan mendengar

setiap apa yang ada

sadari akan waktu yang semakin pendek

langkah kaki kembali menapaki tangga

tiba-tiba…

kaki terantuk dan terjungkal

tubuh menggelinding bagai bola

pada akhirnya

terduduk di tangga terbawah

sakit…

terdiam…

membisu…

 

Mojoagung, medio Maret 94

 

A. B. Lindawati P.

Untuk Seorang Sahabat

Ada kesan istimewa…

Ketika kali pertama kukenal dirimu

Ramah tapi bisa tegas…

Jarang kutemui wajahmu sedang kusut

Aku jadi suka ngobrol berjam-jam denganmu

Walau terkadang kita saling membisu

Satu kebahagiaan tersendiri…

Ketika tahu kamu mempercayaiku…

Bahkan menganggapku sebagai bagian dari hidupmu

Akhir-akhir ini…

Begitu banyak kerikil-kerikil tajam…

Yang sengaja ditebarkan untuk halangi langkahmu…

Tapi…

Kau tetap bisa tegar, bersemangat dan tersenyum

Aku salut padamu…

Sekarang…

Batu besar yang halangi langkahmu…

Aku tahu begitu berat beban yang harus kamu pikul…

Aku tahu kamu lelah…

Tapi aku tak ingin kau berhenti melangkah…

Meski aku hanya bisa menyemangatimu…

dari pinggir jalan…

Aku merasa bersalah akan hal ini…

Tapi kuharap kamu mau mengerti…

Ketika akhirnya kamu harus pergi…

Aku tidak ingin memberati langkahmu…

Mungkin inilah sebabnya…

Mengapa rasa berat melepas kepergianmu…

Baru kerasakan tiga hari sebelum kepergianmu…

Semoga kamu tidak melupakan perjumpaan-perjumpaan kita

Ada kebahagiaan-kebahagiaan di sana…

Meski juga ada kekecewaan

Terima kasih untuk semuanya

Dan…

Selamat jalan…

Selamat berjuang…

 

Bogor, 16 Agustus 1993

 

A. B. Lindawati

 

Kenangan akan Seorang Sahabat

Aku sudah tidak ingat dengan pasti…

kapan dan dimana pertama kali kita bertemu…

yang jelas, kita bertemu dan bertemu…

sampai akhirnya aku punya panggilan baru darimu…”ABL”

Meski aku bawel…ini menurutmu…

kamu tetap dengan senang hati menerima kedatanganku

Idealis, itu salah satu cirimu…

meski kau selalu menasehatiku…

agar mempunyai idealisme yang membumi

Tegas, itu cirimu yang lain…

bahkan kau tak segan-segan untuk menggebrak meja…

Untuk memperjuangkan prinsipmu

Keprihatinan-keprihatinanmu…

membuatku mengagumimu…

karena kamu berani menentang arus…

untuk mengemukakan ketidakberesan-ketidakberesan…

meski pada akhirnya itu menjadi bumerang

Kau harus menghadapi cobaan besar dalam sejarah hidupmu

Ketika pada akhirnya kau memutuskan untuk pergi…

ada kehilangan yang tiba-tiba menyelinap

Tentu kau tidak tahu…

betapa aku berharap banyak kepadamu…

di hari-hari terakhir ini, hari-hari menjelang kepergianmu

Aku hanya bisa berharap…

semoga ini merupakan pilihan yang terbaik…

walau mungkin dari yang jelek-jelek…

sehingga kau mampu memulai lembaran baru dalam hidupmu,

merajut kembali hatimu,

dan…

mencari arti baru bagi sisa hidupmu sebagai seorang manusia

Tahukah kamu…

betapa aku begitu salut terhadapmu…

ketika kau memutuskan untuk bertahan…

dengan menunggu dan melihat…

tentu saja dengan bantuan doa

Doaku selalu untukmu…sahabatku…

Bogor, medio Juli 1993

 

A. B. Lindawati

N.B. Kado ulang tahun untuk seseorang “Selamat ulang tahun”

 

Kamu tetap Sahabatku, Bagaimanapun Kamu

Aku mulai mengenalmu di hari Minggu pertama…

aku menginjakkan kaki di kota hujan ini

Semula aku hanya sekedar tahu,

hanya mengenal kulit luarmu

Tapi yang aku tahu pasti…

Kamu adalah tokoh panutan,

tokoh yang selalu diharapkan untuk selalu tampil sempurna

Akhir-akhir ini kita begitu dekat,

kedekatan yang entah darimana awalnya…

saling bertukar cerita, ide, saran dan bahkan kritik

Persahabatan…itulah yang sedang kita bangun

Tapi tahukah kamu betapa aku terkejut bercampur heran

ketika kali pertama mendengar cerita negatif tentangmu?

ketika kali kedua kudengar hal yang sama?

Tapi kali ketiga dan…

yang terakhir, entah kali ke berapa, datang

Aku hanya bisa manggut-manggut

dan…

menyimpannya dalam hati dengan tanda tanya besar

seperti yang dilakukan Maria (lih. Luk 2:5b)

Aku hanya bisa semakin bingung…

ketika kamu datang dengan cerita yang berbeda

Aku tak pernah bisa menemukan sebuah jawab…

mungkin benar apa kata seorang teman,

bahwa jawaban bukan pada yang bertanya-tanya…

tapi pada yang bersangkutan

Sering aku ingin berbuat sesuatu,

karena aku begitu prihatin ketika mendengar…

bahwa kamu mulai mengingkari kesetiaanmu

bahwa kamu mulai lebih suka “option for the rich”

bahwa kamu mulai suka menjelekkan nama rekan sekerjamu

bahwa kamu mulai otoriter, sombong dan…entah apa lagi!

(Semoga saja ini tidak terlontar dari mulut orang yang iri hati terhadapmu!)

tapi aku tak pernah tahu apa yang harus aku perbuat!

Aku juga begitu prihatin ketika tahu…

bahwa dedikasimu mulai menurun

Dan aku menjadi semakin prihatin…

ketika kamu bertanya padaku “untuk apa?”

saat kita berbicara tentang pelayanan kita

Aku tahu kamu sedang kecewa,

dan saat itu aku hanya bisa berkata…

“Tuhan memberi kita talenta yang harus dikembangkan…

dan inilah sarana untuk mengembangkan talenta kita”

Aku sangat prihatin saat itu…

karena aku pernah mengalami hal yang sama…

dan aku tahu pasti,

yang sangat menguasaiku saat itu adalah ego-ku

Aku yakin…

bahwa ego-mulah yang kini sedang berbicara

Aku jadi teringat kata-kata seorang teman…

“Kalau kamu ingin melayani,

lakukanlah itu untuk Tuhan…

jangan karena orang tertentu atau sesuatu yang lain,

karena kamu akan mudah patah bila itu motivasimu”

Tentu aku ingin…

bahkan sangat ingin kamu berubah…

kembali pada idealisme-mu,

sesuatu yang aku yakin masih kamu punya

Dan aku yakin kamu mampu melakukannya,

Tapi di atas semuanya itu…

ingatlah selalu…

bahwa aku tetaplah sahabatmu,

bagaimanapun kamu…berubah ataupun tidak

 

Bogor, 27 Januari 1993

 

Sahabatmu, Elsa

 

Hanya ini Tuhan, Persembahanku

Malam ini aku berada dalam suatau keheningan

Keheningan yang kucipta ‘tuk merenung

Ya…merenung dan merenung

Akan apa yang telah kuperbuat selama ini

Selama 19 tahun lebih 12 hari…

Selama aku diperbolehkan menikmati indahnya alam ini

Tidak ada…tidak ada…

Ya…tidak ada yang telah kuperbuat

Yang pantas kupersembahkan kepada-Mu

Yang ada hanyalah kedosaan-kedosaan yang kian menumpuk

Oh…baru kuingat sekarang

Aku masih punya sesuatu…

Sesuatu yang mungkin pantas untuk-Mu

Ya…tubuhku ini…

Hanya ini Tuhan, persembahanku

Jadikanlah satu dengan kurban Kristus…

agar layak bagi-Mu

Hanya ini Tuhan…semoga berkenan

 

Rain city, akhir Agustus 1990

A. B. Lindawati P.

N. B. Kupersembahkan ‘tuk Sr. Angela dan Fr. Driyanto, Pr.  Thank’s untuk bimbingan-bimbingannya

 

Dwijana Svara

Dwijana Svara adalah nama majalah dinding di kelasku

Dwi artinya dua

Atau kelas dua

Jana dari kata Wijana

Svara dari kata suara

Jadi arti seluruhnya adalah

Suara-suara anak SMPK Wijana kelas dua

Lewat hasil karya sastra melalui majalah dinding

 

Mojoagung, 25 Februari 1985

 

Oei Li Li

 

Bunga Kebanggaan

Bunga kebanggaanku adalah mawar, anggrek, melati

Setiap pagi dan sore aku siram

Warnanya bermacam-macam

Stiap temanku datang selalu kutunjukkan bungaku itu.

Teman-temanku pun senang melihatnya.

 

Pengemis

Setiap hari kau duduk bersimpuh di depan toko

Menunggu belas kasihan sesamamu

Kadang-kadang engaku dihina dan diolok-olok

Oh…betapa malang nasibmu

 

Ibuku

Ibuku sebagai seorang istri yang penuh dengan kewajiban

Mendidik putra-putrinya supaya menjadi orang yang berguna

Dengan tekad bulat yang kuat ia mendorong kaumnya untuk ikut menjadi anggota KB lestari

Betapa bangga hatiku karena ibuku juga sebagai penerus cita-cita Kartini (Oei Li Li, 9 Des 1982)

 

Mawarku

Mawarku yang indah

Mawarku warnamu bermacam-macam

Tumbuh subur di depan rumahku

Juga menghias meja belajarku

Engkau begitu cantik menawan hati

Sungguh bangga hatiku

Suatu hari aku lupa memetikmu

Kau berayun-ayun diterpa angin pagi

Makin lama rontok semua helai bungamu

Betapa sedih hatiku karena engkau rontok diterpa angin (Oei Li Li, 9 Des 1982)

 

Donor Darah

Aku ingin sekali menjadi donor darah

Tapi…aku masih terlalu kecil untuk menyumbangkan darahku

Jika aku besar nanti akan aku sumbangkan darahku

Kepada mereka yang menunggu uluran tangan sesamanya

Kuberikan darahku dengan hati yang tulus ikhlas (Oei Li Li, 9 Des 1982)

 

Ayam Jagoku

Aku mempunyai seekor ayam jago

Setiap hari selalu berkokok

Untuk membangunkan aku

Sejak saat itu aku tidak pernah terlambat masuk sekolah

Ayam jagoku kuberi nama Hayam Wuruk (Oei Li Li, 9 Des 1982)

 

Sajak untuk Guruku

Setiap hari engkau selalu membimbingku

Agar aku menjadi orang yang berguna

Oh…guruku terima kasih

Atas jasamu kini aku telah pandai membaca dan menulis (Oei Li Li, 9 Des 1982)

 

Merah Putih

Merah adalah ayah kita

Putih adalah ibu kita

Merah Putih

adalah orang tua kita

Mereka patut dihormati

Mari kita berbakti kawan

 

Pelarian

Ketika tangan-tangan kecil itu

masih nakal

Kau memanjakannya

Kini ia lari dengan citanya sendiri

Cita kedewasaan

Tiada mau tahu lagi

Kalau kau ibunya

 

Kotaku

Mojoagung kotaku

Kota kecil di daerah Jombang

Ya, memang tiada yang istimewa

dari kotaku

Tetapi aku merasa bangga,

Sebab aku masih bisa menikmati

udara yang bersih dari polusi

 

Manusia

Sekian pasir di pantai

Segitu angin

Sebanyak ikan

Sebanyak burung

Namun Surga neraka tidak penuh

 

Ketika ajalku tiba

Ketika aku sudah merasa bahwa,

Ajalku sudah dekat

Aku semakin mendekatkan diri kepada Tuhan

Agar aku merasa bahagia di alam baka

Aku semakin yakin

bahwa ajalku telah dekat

Tinggal menunggu malaikat maut

datang menjemputku

Aku berangan-angan bertemu Tuhan

Akan kutanyakan,

Apa-apa yang selama ini menjadi tanda tanya besar

Dalam diriku ini

Aku telah menyiapkan segalanya

Aku telah menyiapkan surat

Untuk keluarga, sahabat dan handai tolan

Selamat tinggal

 

 

Perpisahan

Kawan, kita telah lama bersahabat

Tak terasa tiga tahun sudah

Dalam waktu dekat kita harus berpisah

Berpisah untuk menuntut ilmu

Kawan janganlah kamu bersedih

Akan perpisahan yang akan terjadi

Ini memang sudah takdir

Bahwa ada perjumpaan adapula perpisahan

Ingatlah selalu pepatah

Jauh di mata dekat di hati

Selamat berpisah…

Kawan….

No comments:

Post a Comment