Selamat malam semuanya.
Tema renungan malam ini adalah Kebaikan Tuhan. Kita selalu mendengar bahwa Tuhan itu baik, bahkan Maha Baik. Ada kalimat yang mungkin sering kita dengar ”God is good, all the time.” Seperti apa kita menggambarkan kebaikan Tuhan?
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan dianalogikan sebagai gembala yang baik oleh Pemazmur. Analogi adalah suatu perbandingan khusus dan merupakan sebuah cara yang konkret untuk menerangkan sesuatu yang sulit atau abstrak dengan menggunakan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi menunjukkan kemiripan, tetapi juga menunjukkan kesamaan diantara dua hal yang berbeda.
Mari kita baca bersama-sama Mazmur 23: 1-6, Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.
God is good. All the time. Tuhan adalah gembala yang baik menurut Raja Daud, diantaranya karena Tuhan tidak membiarkannya kekurangan dan menuntunnya di jalan yang benar sebagaimana seorang gembala terhadap domba-dombanya. Tentu Tuhan lebih dari seorang gembala yang baik.
Yesus menyatakan dirinya sebagai gembala yang baik sebagaimana dalam Injil Yohanes 10: 14-16, Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku, sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.
God is good. All the time. Dalam Injil ini dikatakan bahwa Yesus dan domba-dombaNya saling mengenal sebagaimana seorang gembala terhadap domba-dombanya. Tentu Yesus juga lebih dari seorang gembala yang baik.
Analogi Tuhan sebagai gembala yang baik sebagaimana kedua bacaan di atas mungkin tidak mudah kita tangkap karena kita mungkin tidak mengenal secara pribadi seorang gembala kecuali lewat bacaan-bacaan.
Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan sebuah artikel tentang siapakah seorang teman yang baik, maka saya ingin membagikannya dalam kesempatan kali ini.
Sewaktu duduk di taman kanak-kanak, kita berpikir kalau seorang teman yang baik adalah teman yang meminjamkan krayon warna merah ketika yang ada hanyalah krayon warna hitam. Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang teman yang baik adalah teman yang mau menemani kita ke toilet, menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju kelas, dan membagi makan siangnya ketika kita lupa membawanya. Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mau menyontekkan PR-nya, pergi bersama ke pesta dan menemani kita makan siang. Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mengajak kita mengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kita kalau kita boleh pulang malam sedikit, dan mau mendengar kisah sedih saat putus dari pacar. Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu ada terutama di saat-saat sulit, membuat kita merasa aman melalui masa-masa seperti apapun, meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujian sidang sarjana kita. Dan seiring berjalannya waktu kehidupan, kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah teman yang memberi dua pilihan yang baik, membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang hanya mau mengambil keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan sesuatu, mengingatkan ketika kita lupa, menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...
Mungkin cerita di atas lebih mudah ditangkap dalam menganalogikan kebaikan Tuhan. Kebaikan Tuhan seperti kebaikan seorang teman yang memberikan barang yang kita minta, seperti kebaikan seorang teman yang memberi dua pilihan yang baik, seperti kebaikan seorang teman yang menolong kita untuk menjadi seorang yang lebih baik lagi dan bahkan menerima diri kita apa adanya. Tetapi tentu kebaikan Tuhan masih lebih dari itu.
Adakah analogi lain untuk menggambarkan kebaikan Tuhan? Dalam Injil Matius 5: 45 dikatakan: Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Inilah analogi yang menurut saya sangat akurat untuk menggambarkan kebaikan Tuhan, yang tidak bersyarat, yang tidak tergantung pada kebaikan penerimanya, yang tidak tergantung pada seberapa banyak pelayanan yang kita lakukan, yang tidak tergantung pada berapa jam kita berdoa setiap hari, yang tidak tergantung pada berapa banyak persembahan yang kita berikan, bahkan yang tidak tergantung pada seberapa besar iman kita kepadaNya. KebaikanNya mengalir dari cintaNya yang tidak bersyarat, yang memampukan kita melakukan kebaikan kepada orang lain, melakukan pelayanan, berdoa, memberikan persembahan dan yang menumbuhkan iman dalam hati kita.
Melihat kebaikan Tuhan dalam saat-saat senang, bahagia dan kesuksesan mungkin sangat mudah selama dengan kesadaran bahwa kesenangan, kebahagiaan dan kesuksesan yang dicapai bukan semata-mata karena upaya sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Sedangkan melihat kebaikan Tuhan dalam saat-saat sulit, kesedihan, dan kegagalan seperti kematian, kecelakaan, penyakit ganas, dll tentunya sangat tidak mudah
Tetapi justru lewat saat-saat sulit, sedih dan kegagalan, kita bisa menjadi tanda dan sarana kebaikan Tuhan yang tidak bersyarat. Tuhan membutuhkan kita untuk menunjukkan kebaikanNya yang tidak bersyarat sebagaimana dikatakan dalam Injil Mat 5: 46-47: Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?
Pengalaman pribadi akan kebaikan Tuhan, memanggil kita mewartakan dan menyalurkan kebaikan Tuhan dalam setiap langkah hidup kita, sehingga orang-orang di sekitar kita juga bisa merasakan kebaikan Tuhan yang tidak bersyarat di tengah kesulitan, kesedihan dan kegagalan yang mereka alami.
Sebagaimana saya tuliskan dalam buku kolaboratif saya dengan Rm. Lukas Batmomolin, SVD yang berjudul ”Kasih Sahabat”: Hidup saya diwarnai dengan beberapa kegagalan yang ketika dilihat kembali menjadi penghubung jalan hidup saya. Gagal masuk pilihan pertama saya, Fakultas Akutansi Universitas Airlangga Surabaya, meskipun lebih merupakan pilihan orang tua, saya diterima di pilihan kedua yaitu Institut Pertanian Bogor. Gagal masuk di salah satu dari lima fakultas yang saya pilih dalam gelombang pertama di IPB, saya diterima di Fakultas Peternakan, yang membuat saya mempunyai kesempatan untuk menjalani kegiatan ekstra kurikuler dan latihan kepemimpinan di lingkungan kampus maupun di paroki. Gagal mendapatkan pekerjaan di Surabaya, saya mendapatkan pekerjaan di Jakarta atas rekomendasi mantan romo paroki di Bogor. Gagal mengelola usaha sendiri, saya mendapatkan pekerjaan sebagai kepala cabang di Surabaya di perusahaan dimana saya bekerja pertama kali. Gagal atau berhasil siapa yang tahu? Saya katakan kegagalan menjadi penghubung jalan hidup saya, karena lewat kegagalan-kegagalan itu, yang masih bisa saya tambah lagi daftarnya, Tuhan menyiapkan hal yang lebih besar dari yang saya bayangkan, sebagai upaya untuk menunjukkan kebaikanNya yang tidak bersyarat lewat orang-orang yang ada di sekitar saya.
Saya akan mengakhiri renungan malam ini dengan sebuah video tentang upaya yang dilakukan oleh Dick Hoyt untuk anaknya Rick Hoyt yang cacat, sebagai salah satu upaya menganalogikan kebaikan Tuhan dalam hidup kita sehari-hari, tentu saja kebaikan Tuhan lebih dari kisah mereka. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua dalam mewartakan kebaikan Tuhan yang telah kita terima tanpa syarat.
Guangzhou, 22 October 2010
Sr. Anastasia B. Lindawati, M.M.
Let’s do simple things with simple love to make God’s love visible
P.S. Renungan ini dibawakan untuk PDKK Hati Kudus Yesus Guangzhou pada 22 Oktober 2010
Tema renungan malam ini adalah Kebaikan Tuhan. Kita selalu mendengar bahwa Tuhan itu baik, bahkan Maha Baik. Ada kalimat yang mungkin sering kita dengar ”God is good, all the time.” Seperti apa kita menggambarkan kebaikan Tuhan?
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan dianalogikan sebagai gembala yang baik oleh Pemazmur. Analogi adalah suatu perbandingan khusus dan merupakan sebuah cara yang konkret untuk menerangkan sesuatu yang sulit atau abstrak dengan menggunakan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi menunjukkan kemiripan, tetapi juga menunjukkan kesamaan diantara dua hal yang berbeda.
Mari kita baca bersama-sama Mazmur 23: 1-6, Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.
God is good. All the time. Tuhan adalah gembala yang baik menurut Raja Daud, diantaranya karena Tuhan tidak membiarkannya kekurangan dan menuntunnya di jalan yang benar sebagaimana seorang gembala terhadap domba-dombanya. Tentu Tuhan lebih dari seorang gembala yang baik.
Yesus menyatakan dirinya sebagai gembala yang baik sebagaimana dalam Injil Yohanes 10: 14-16, Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku, sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.
God is good. All the time. Dalam Injil ini dikatakan bahwa Yesus dan domba-dombaNya saling mengenal sebagaimana seorang gembala terhadap domba-dombanya. Tentu Yesus juga lebih dari seorang gembala yang baik.
Analogi Tuhan sebagai gembala yang baik sebagaimana kedua bacaan di atas mungkin tidak mudah kita tangkap karena kita mungkin tidak mengenal secara pribadi seorang gembala kecuali lewat bacaan-bacaan.
Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan sebuah artikel tentang siapakah seorang teman yang baik, maka saya ingin membagikannya dalam kesempatan kali ini.
Sewaktu duduk di taman kanak-kanak, kita berpikir kalau seorang teman yang baik adalah teman yang meminjamkan krayon warna merah ketika yang ada hanyalah krayon warna hitam. Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang teman yang baik adalah teman yang mau menemani kita ke toilet, menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju kelas, dan membagi makan siangnya ketika kita lupa membawanya. Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mau menyontekkan PR-nya, pergi bersama ke pesta dan menemani kita makan siang. Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baik adalah teman yang mengajak kita mengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kita kalau kita boleh pulang malam sedikit, dan mau mendengar kisah sedih saat putus dari pacar. Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang teman yang baik adalah teman yang selalu ada terutama di saat-saat sulit, membuat kita merasa aman melalui masa-masa seperti apapun, meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujian sidang sarjana kita. Dan seiring berjalannya waktu kehidupan, kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah teman yang memberi dua pilihan yang baik, membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang hanya mau mengambil keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan sesuatu, mengingatkan ketika kita lupa, menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...
Mungkin cerita di atas lebih mudah ditangkap dalam menganalogikan kebaikan Tuhan. Kebaikan Tuhan seperti kebaikan seorang teman yang memberikan barang yang kita minta, seperti kebaikan seorang teman yang memberi dua pilihan yang baik, seperti kebaikan seorang teman yang menolong kita untuk menjadi seorang yang lebih baik lagi dan bahkan menerima diri kita apa adanya. Tetapi tentu kebaikan Tuhan masih lebih dari itu.
Adakah analogi lain untuk menggambarkan kebaikan Tuhan? Dalam Injil Matius 5: 45 dikatakan: Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Inilah analogi yang menurut saya sangat akurat untuk menggambarkan kebaikan Tuhan, yang tidak bersyarat, yang tidak tergantung pada kebaikan penerimanya, yang tidak tergantung pada seberapa banyak pelayanan yang kita lakukan, yang tidak tergantung pada berapa jam kita berdoa setiap hari, yang tidak tergantung pada berapa banyak persembahan yang kita berikan, bahkan yang tidak tergantung pada seberapa besar iman kita kepadaNya. KebaikanNya mengalir dari cintaNya yang tidak bersyarat, yang memampukan kita melakukan kebaikan kepada orang lain, melakukan pelayanan, berdoa, memberikan persembahan dan yang menumbuhkan iman dalam hati kita.
Melihat kebaikan Tuhan dalam saat-saat senang, bahagia dan kesuksesan mungkin sangat mudah selama dengan kesadaran bahwa kesenangan, kebahagiaan dan kesuksesan yang dicapai bukan semata-mata karena upaya sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Sedangkan melihat kebaikan Tuhan dalam saat-saat sulit, kesedihan, dan kegagalan seperti kematian, kecelakaan, penyakit ganas, dll tentunya sangat tidak mudah
Tetapi justru lewat saat-saat sulit, sedih dan kegagalan, kita bisa menjadi tanda dan sarana kebaikan Tuhan yang tidak bersyarat. Tuhan membutuhkan kita untuk menunjukkan kebaikanNya yang tidak bersyarat sebagaimana dikatakan dalam Injil Mat 5: 46-47: Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?
Pengalaman pribadi akan kebaikan Tuhan, memanggil kita mewartakan dan menyalurkan kebaikan Tuhan dalam setiap langkah hidup kita, sehingga orang-orang di sekitar kita juga bisa merasakan kebaikan Tuhan yang tidak bersyarat di tengah kesulitan, kesedihan dan kegagalan yang mereka alami.
Sebagaimana saya tuliskan dalam buku kolaboratif saya dengan Rm. Lukas Batmomolin, SVD yang berjudul ”Kasih Sahabat”: Hidup saya diwarnai dengan beberapa kegagalan yang ketika dilihat kembali menjadi penghubung jalan hidup saya. Gagal masuk pilihan pertama saya, Fakultas Akutansi Universitas Airlangga Surabaya, meskipun lebih merupakan pilihan orang tua, saya diterima di pilihan kedua yaitu Institut Pertanian Bogor. Gagal masuk di salah satu dari lima fakultas yang saya pilih dalam gelombang pertama di IPB, saya diterima di Fakultas Peternakan, yang membuat saya mempunyai kesempatan untuk menjalani kegiatan ekstra kurikuler dan latihan kepemimpinan di lingkungan kampus maupun di paroki. Gagal mendapatkan pekerjaan di Surabaya, saya mendapatkan pekerjaan di Jakarta atas rekomendasi mantan romo paroki di Bogor. Gagal mengelola usaha sendiri, saya mendapatkan pekerjaan sebagai kepala cabang di Surabaya di perusahaan dimana saya bekerja pertama kali. Gagal atau berhasil siapa yang tahu? Saya katakan kegagalan menjadi penghubung jalan hidup saya, karena lewat kegagalan-kegagalan itu, yang masih bisa saya tambah lagi daftarnya, Tuhan menyiapkan hal yang lebih besar dari yang saya bayangkan, sebagai upaya untuk menunjukkan kebaikanNya yang tidak bersyarat lewat orang-orang yang ada di sekitar saya.
Saya akan mengakhiri renungan malam ini dengan sebuah video tentang upaya yang dilakukan oleh Dick Hoyt untuk anaknya Rick Hoyt yang cacat, sebagai salah satu upaya menganalogikan kebaikan Tuhan dalam hidup kita sehari-hari, tentu saja kebaikan Tuhan lebih dari kisah mereka. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua dalam mewartakan kebaikan Tuhan yang telah kita terima tanpa syarat.
Guangzhou, 22 October 2010
Sr. Anastasia B. Lindawati, M.M.
Let’s do simple things with simple love to make God’s love visible
P.S. Renungan ini dibawakan untuk PDKK Hati Kudus Yesus Guangzhou pada 22 Oktober 2010