Jakarta, 28 Januari 1995
Syukur pada-Mu ya Allah...
atas segala berkat dan bimbingan...
kesempatan dan pelajaran...
sehingga aku dapat hadir di sini
menjalani hidup di sini
mengalami perubahan di sini
Aku percaya itulah rencana-Mu
yang pasti indah bagiku
Engkau tahu pergulatan hidupku
Ketika aku jatuh...
dan tak kuat berdiri lagi...
Begitu menyakitkan...
Tapi...
sekali lagi aku tahu...
ada sebuah rencana indah bagiku
Sebuah pendidikan dengan hidup kini dan di sini
meski untuk itu aku harus menghadapi
begitu banyak kecewa
begitu banyak kesendirian
Aku ingin menjalani proses ini
supaya aku dikuatkan
diteguhkan...
dimotivasi...
menjadi aku yang adalah citra Putra-Nya
yang diciptakan untuk memuji, menghormati dan..
mengabdi keagungan Ilahi...
Di dalam Rumah-Mu
Pada awalnya
adalah sebuah perjalanan
yang mengantar ke sebuah taman
indah penuh bunga
bermain dan bercanda sepuas hati
langkah kaki melangkah dan melangkah
menuju pintu sebuah rumah
tinggi menjulang ke angkasa
berlantai iman
berdinding kesucian
berpintu kebijaksanaan
berpilar ketaatan
dan beratap keberanian
begitu indah
perlahan pintu itu membuka
seakan menyambut setiap yang datang
langkah kaki takut-takut memasukinya
ouw…
begitu banyak hal menarik
setiap jengkal berpenik-pernik
meski empunya tidak kelihatan
tak puas-puas mata memandang
langkah kaki ke lantai berikutnya
semakin banyak hal menarik
mata, tangan dan telinga bekerja
mengamati , memegang dan mendengar
setiap apa yang ada
sadari akan waktu yang semakin pendek
langkah kaki kembali menapaki tangga
tiba-tiba…
kaki terantuk dan terjungkal
tubuh menggelinding bagai bola
pada akhirnya
terduduk di tangga terbawah
sakit…
terdiam…
membisu…
Mojoagung, medio Maret 94
A. B. Lindawati P.
Untuk Seorang Sahabat
Ada kesan istimewa…
Ketika kali pertama kukenal dirimu
Ramah tapi bisa tegas…
Jarang kutemui wajahmu sedang kusut
Aku jadi suka ngobrol berjam-jam denganmu
Walau terkadang kita saling membisu
Satu kebahagiaan tersendiri…
Ketika tahu kamu mempercayaiku…
Bahkan menganggapku sebagai bagian dari hidupmu
Akhir-akhir ini…
Begitu banyak kerikil-kerikil tajam…
Yang sengaja ditebarkan untuk halangi langkahmu…
Tapi…
Kau tetap bisa tegar, bersemangat dan tersenyum
Aku salut padamu…
Sekarang…
Batu besar yang halangi langkahmu…
Aku tahu begitu berat beban yang harus kamu pikul…
Aku tahu kamu lelah…
Tapi aku tak ingin kau berhenti melangkah…
Meski aku hanya bisa menyemangatimu…
dari pinggir jalan…
Aku merasa bersalah akan hal ini…
Tapi kuharap kamu mau mengerti…
Ketika akhirnya kamu harus pergi…
Aku tidak ingin memberati langkahmu…
Mungkin inilah sebabnya…
Mengapa rasa berat melepas kepergianmu…
Baru kerasakan tiga hari sebelum kepergianmu…
Semoga kamu tidak melupakan perjumpaan-perjumpaan kita
Ada kebahagiaan-kebahagiaan di sana…
Meski juga ada kekecewaan
Terima kasih untuk semuanya
Dan…
Selamat jalan…
Selamat berjuang…
Bogor, 16 Agustus 1993
A. B. Lindawati
Kenangan akan Seorang Sahabat
Aku sudah tidak ingat dengan pasti…
kapan dan dimana pertama kali kita bertemu…
yang jelas, kita bertemu dan bertemu…
sampai akhirnya aku punya panggilan baru darimu…”ABL”
Meski aku bawel…ini menurutmu…
kamu tetap dengan senang hati menerima kedatanganku
Idealis, itu salah satu cirimu…
meski kau selalu menasehatiku…
agar mempunyai idealisme yang membumi
Tegas, itu cirimu yang lain…
bahkan kau tak segan-segan untuk menggebrak meja…
Untuk memperjuangkan prinsipmu
Keprihatinan-keprihatinanmu…
membuatku mengagumimu…
karena kamu berani menentang arus…
untuk mengemukakan ketidakberesan-ketidakberesan…
meski pada akhirnya itu menjadi bumerang
Kau harus menghadapi cobaan besar dalam sejarah hidupmu
Ketika pada akhirnya kau memutuskan untuk pergi…
ada kehilangan yang tiba-tiba menyelinap
Tentu kau tidak tahu…
betapa aku berharap banyak kepadamu…
di hari-hari terakhir ini, hari-hari menjelang kepergianmu
Aku hanya bisa berharap…
semoga ini merupakan pilihan yang terbaik…
walau mungkin dari yang jelek-jelek…
sehingga kau mampu memulai lembaran baru dalam hidupmu,
merajut kembali hatimu,
dan…
mencari arti baru bagi sisa hidupmu sebagai seorang manusia
Tahukah kamu…
betapa aku begitu salut terhadapmu…
ketika kau memutuskan untuk bertahan…
dengan menunggu dan melihat…
tentu saja dengan bantuan doa
Doaku selalu untukmu…sahabatku…
Bogor, medio Juli 1993
A. B. Lindawati
N.B. Kado ulang tahun untuk seseorang “Selamat ulang tahun”
Kamu tetap Sahabatku, Bagaimanapun Kamu
Aku mulai mengenalmu di hari Minggu pertama…
aku menginjakkan kaki di kota hujan ini
Semula aku hanya sekedar tahu,
hanya mengenal kulit luarmu
Tapi yang aku tahu pasti…
Kamu adalah tokoh panutan,
tokoh yang selalu diharapkan untuk selalu tampil sempurna
Akhir-akhir ini kita begitu dekat,
kedekatan yang entah darimana awalnya…
saling bertukar cerita, ide, saran dan bahkan kritik
Persahabatan…itulah yang sedang kita bangun
Tapi tahukah kamu betapa aku terkejut bercampur heran
ketika kali pertama mendengar cerita negatif tentangmu?
ketika kali kedua kudengar hal yang sama?
Tapi kali ketiga dan…
yang terakhir, entah kali ke berapa, datang
Aku hanya bisa manggut-manggut
dan…
menyimpannya dalam hati dengan tanda tanya besar
seperti yang dilakukan Maria (lih. Luk 2:5b)
Aku hanya bisa semakin bingung…
ketika kamu datang dengan cerita yang berbeda
Aku tak pernah bisa menemukan sebuah jawab…
mungkin benar apa kata seorang teman,
bahwa jawaban bukan pada yang bertanya-tanya…
tapi pada yang bersangkutan
Sering aku ingin berbuat sesuatu,
karena aku begitu prihatin ketika mendengar…
bahwa kamu mulai mengingkari kesetiaanmu
bahwa kamu mulai lebih suka “option for the rich”
bahwa kamu mulai suka menjelekkan nama rekan sekerjamu
bahwa kamu mulai otoriter, sombong dan…entah apa lagi!
(Semoga saja ini tidak terlontar dari mulut orang yang iri hati terhadapmu!)
tapi aku tak pernah tahu apa yang harus aku perbuat!
Aku juga begitu prihatin ketika tahu…
bahwa dedikasimu mulai menurun
Dan aku menjadi semakin prihatin…
ketika kamu bertanya padaku “untuk apa?”
saat kita berbicara tentang pelayanan kita
Aku tahu kamu sedang kecewa,
dan saat itu aku hanya bisa berkata…
“Tuhan memberi kita talenta yang harus dikembangkan…
dan inilah sarana untuk mengembangkan talenta kita”
Aku sangat prihatin saat itu…
karena aku pernah mengalami hal yang sama…
dan aku tahu pasti,
yang sangat menguasaiku saat itu adalah ego-ku
Aku yakin…
bahwa ego-mulah yang kini sedang berbicara
Aku jadi teringat kata-kata seorang teman…
“Kalau kamu ingin melayani,
lakukanlah itu untuk Tuhan…
jangan karena orang tertentu atau sesuatu yang lain,
karena kamu akan mudah patah bila itu motivasimu”
Tentu aku ingin…
bahkan sangat ingin kamu berubah…
kembali pada idealisme-mu,
sesuatu yang aku yakin masih kamu punya
Dan aku yakin kamu mampu melakukannya,
Tapi di atas semuanya itu…
ingatlah selalu…
bahwa aku tetaplah sahabatmu,
bagaimanapun kamu…berubah ataupun tidak
Bogor, 27 Januari 1993
Sahabatmu, Elsa
Hanya ini Tuhan, Persembahanku
Malam ini aku berada dalam suatau keheningan
Keheningan yang kucipta ‘tuk merenung
Ya…merenung dan merenung
Akan apa yang telah kuperbuat selama ini
Selama 19 tahun lebih 12 hari…
Selama aku diperbolehkan menikmati indahnya alam ini
Tidak ada…tidak ada…
Ya…tidak ada yang telah kuperbuat
Yang pantas kupersembahkan kepada-Mu
Yang ada hanyalah kedosaan-kedosaan yang kian menumpuk
Oh…baru kuingat sekarang
Aku masih punya sesuatu…
Sesuatu yang mungkin pantas untuk-Mu
Ya…tubuhku ini…
Hanya ini Tuhan, persembahanku
Jadikanlah satu dengan kurban Kristus…
agar layak bagi-Mu
Hanya ini Tuhan…semoga berkenan
Rain city, akhir Agustus 1990
A. B. Lindawati P.
N. B. Kupersembahkan ‘tuk Sr. Angela dan Fr. Driyanto, Pr. Thank’s untuk bimbingan-bimbingannya
Dwijana Svara
Dwijana Svara adalah nama majalah dinding di kelasku
Dwi artinya dua
Atau kelas dua
Jana dari kata Wijana
Svara dari kata suara
Jadi arti seluruhnya adalah
Suara-suara anak SMPK Wijana kelas dua
Lewat hasil karya sastra melalui majalah dinding
Mojoagung, 25 Februari 1985
Oei Li Li
Bunga Kebanggaan
Bunga kebanggaanku adalah mawar, anggrek, melati
Setiap pagi dan sore aku siram
Warnanya bermacam-macam
Stiap temanku datang selalu kutunjukkan bungaku itu.
Teman-temanku pun senang melihatnya.
Pengemis
Setiap hari kau duduk bersimpuh di depan toko
Menunggu belas kasihan sesamamu
Kadang-kadang engaku dihina dan diolok-olok
Oh…betapa malang nasibmu
Ibuku
Ibuku sebagai seorang istri yang penuh dengan kewajiban
Mendidik putra-putrinya supaya menjadi orang yang berguna
Dengan tekad bulat yang kuat ia mendorong kaumnya untuk ikut menjadi anggota KB lestari
Betapa bangga hatiku karena ibuku juga sebagai penerus cita-cita Kartini (Oei Li Li, 9 Des 1982)
Mawarku
Mawarku yang indah
Mawarku warnamu bermacam-macam
Tumbuh subur di depan rumahku
Juga menghias meja belajarku
Engkau begitu cantik menawan hati
Sungguh bangga hatiku
Suatu hari aku lupa memetikmu
Kau berayun-ayun diterpa angin pagi
Makin lama rontok semua helai bungamu
Betapa sedih hatiku karena engkau rontok diterpa angin (Oei Li Li, 9 Des 1982)
Donor Darah
Aku ingin sekali menjadi donor darah
Tapi…aku masih terlalu kecil untuk menyumbangkan darahku
Jika aku besar nanti akan aku sumbangkan darahku
Kepada mereka yang menunggu uluran tangan sesamanya
Kuberikan darahku dengan hati yang tulus ikhlas (Oei Li Li, 9 Des 1982)
Ayam Jagoku
Aku mempunyai seekor ayam jago
Setiap hari selalu berkokok
Untuk membangunkan aku
Sejak saat itu aku tidak pernah terlambat masuk sekolah
Ayam jagoku kuberi nama Hayam Wuruk (Oei Li Li, 9 Des 1982)
Sajak untuk Guruku
Setiap hari engkau selalu membimbingku
Agar aku menjadi orang yang berguna
Oh…guruku terima kasih
Atas jasamu kini aku telah pandai membaca dan menulis (Oei Li Li, 9 Des 1982)
Merah Putih
Merah adalah ayah kita
Putih adalah ibu kita
Merah Putih
adalah orang tua kita
Mereka patut dihormati
Mari kita berbakti kawan
Pelarian
Ketika tangan-tangan kecil itu
masih nakal
Kau memanjakannya
Kini ia lari dengan citanya sendiri
Cita kedewasaan
Tiada mau tahu lagi
Kalau kau ibunya
Kotaku
Mojoagung kotaku
Kota kecil di daerah Jombang
Ya, memang tiada yang istimewa
dari kotaku
Tetapi aku merasa bangga,
Sebab aku masih bisa menikmati
udara yang bersih dari polusi
Manusia
Sekian pasir di pantai
Segitu angin
Sebanyak ikan
Sebanyak burung
Namun Surga neraka tidak penuh
Ketika ajalku tiba
Ketika aku sudah merasa bahwa,
Ajalku sudah dekat
Aku semakin mendekatkan diri kepada Tuhan
Agar aku merasa bahagia di alam baka
Aku semakin yakin
bahwa ajalku telah dekat
Tinggal menunggu malaikat maut
datang menjemputku
Aku berangan-angan bertemu Tuhan
Akan kutanyakan,
Apa-apa yang selama ini menjadi tanda tanya besar
Dalam diriku ini
Aku telah menyiapkan segalanya
Aku telah menyiapkan surat
Untuk keluarga, sahabat dan handai tolan
Selamat tinggal
Perpisahan
Kawan, kita telah lama bersahabat
Tak terasa tiga tahun sudah
Dalam waktu dekat kita harus berpisah
Berpisah untuk menuntut ilmu
Kawan janganlah kamu bersedih
Akan perpisahan yang akan terjadi
Ini memang sudah takdir
Bahwa ada perjumpaan adapula perpisahan
Ingatlah selalu pepatah
Jauh di mata dekat di hati
Selamat berpisah…
Kawan….