(Bacaan I: Kis 1: 1-11; Bacaan II: Ef 1: 17-23; Injil: Mat 28: 16-20)
Shalom!
Pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus mengatakan bahwa Ia 'akan pergi'. Gereja mengartikannya sebagai petunjuk mengenai Kenaikan-Nya ke Surga. Ke manakah tepatnya Yesus pergi dan mengapa? Orang-orang Timur Tengah biasa melihat segala sesuatu secara harafiah. Mereka percaya bahwa surga ada di suatu tempat di atas langit - mereka pikir surga itu seperti suatu kubah di atas langit. Yesus tidak datang untuk mengajarkan astronomi atau ilmu perbintangan, jadi Ia terangkat ke langit sebagai cara untuk mengatakan bahwa Ia pergi ke Surga. Mengapa Ia pergi? Ia mungkin hendak mengajarkan kepada para murid-Nya agar tidak lagi terpaku pada kehadiran-Nya secara fisik. Ia akan tetap bersama mereka secara rohani melalui Roh Kudus-Nya. Dengan cara demikian Ia mendorong para murid-Nya untuk memulai misi mereka yaitu “pergi ke seluruh dunia untuk mewartakan Injil.” P. Richard Lonsdale (http://yesaya.indocell.net/id649.htm)
Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, dirayakan pada hari Kamis empat puluh hari setelah Paskah tetapi di beberapa tempat dirayakan pada hari Minggu Paskah ke VII. Angka empat puluh diinspirasi oleh selang waktu bayi berada dalam rahim ibunya, yaitu empat puluh minggu, yang mengindikasikan waktu pertumbuhan dan kematangan, waktu menunggu hidup yang baru. Selama empat puluh hari Yesus menyiapkan diriNya untuk misiNya sebagai Penyelamat dan selama empat puluh hari para rasul menyiapkan diri untuk pencurahan Roh Kudus. Setiap penulis Injil, dengan caranya sendiri, mengakhiri tulisannya dengan perutusan para rasul. Dalam Injil Matius Minggu ini, kita mendengar bagaimana Yesus memberi perintah untuk pergi dan menjadikan semua bangsa muridNya dan membaptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus serta mengajar mereka melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkanNya kepada kita. Ini adalah perintah Yesus yang terakhir dan biasa disebut Amanat Agung karena besarnya kuasa (di surga dan di bumi) dan besarnya jangkauan (kepada semua bangsa) perintah ini. Mirip dengan itu, dari halaman pertama Kisah Para Rasul, Yesus mengingatkan GerejaNya akan tuntutan misi, ketika Gereja, atau bahkan komunitas terkecil, tidak lagi menjadi missioner, mereka bukan lagi Gereja Kristus. Dietrich Bonhoeffer mengatakan kekristenan tanpa pemuridan adalah kekristenan tanpa Kristus, percaya kepada Yesus saja tidak cukup, kita dipanggil untuk mematuhi perintahNya, hidup menurut apa yang dikatakan Yesus, dan menunjukkan kesetiaan kita kepada Kerajaan Allah, yang telah rusak, ke dalam dunia Kristus.
Yesus memperbanyak “bukti-bukti” kebangkitanNya bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi saksi Kristus yang bangkit, tetapi sekarang Dia harus membiarkan para rasul mengetahui perbedaan dari kebangkitan. Pada penampakanNya yang terakhir pada hari kenaikanNya ke Surga, Yesus mengungkapkan kepada mereka arti dari ceritanya sendiri: datang dari Bapa, dia kembali ke Bapa, tetapi Dia tidak kembali sendirian, Dia membawa juga “orang-orang tawanan” (Ef 4: 8) yang Dia lepaskan dari kuasa kegelapan dan membawa mereka ke dalam Kerajaan AnakNya yang kekasih (Kol 1: 13), Dia pergi untuk menyiapkan sebuah tempat bagi kita, sehingga dimana Dia berada, kitapun berada (Yoh 14: 2-3). Saat ini, para rasul masih berada di dunia ini, dimana mereka harus memberikan kesaksian akan kenyataan baru dari Kerajaan Allah yang didirikan oleh Yesus, sebuah Kerajaan yang tidak seperti kerajaan di dunia ini yang didirikan dengan kekuasaan dan uang (Luk 22:25-26), tetapi Kerajaan cinta, keadilan dan kedamaian. Kerajaan ini tidak akan didirikan di awan, tetapi sudah ada di antara kita (Luk 17: 20-21) dan bertumbuh setiap kali kita membiarkan diri kita dibimbing oleh Roh Kudus.
Pelayan Sakramen Baptis adalah Uskup, imam dan diakon kecuali dalam keadaan darurat boleh dilakukan oleh siapapun. Sebagai orang yang sudah dibaptis dan bukan pelayan sakramen Baptis, maka panggilan kita adalah melakukan penginjilan dalam hidup kita sehari-hari, menjadi umat Katolik yang berusaha menghidupi janji Baptis yang sudah kita ucapkan dengan menolak setan, dosa dan segala kejahatan yang merongrong masyarakat. Mahatma Gandhi mengatakan bahwa beliau menyukai Kristus kita, tetapi beliau tidak menyukai orang-orang Kristen.
Tahap-tahap proses Evangelisasi adalah: Kesaksian hidup pribadi dan komunitas, Pewartaan Kabar Gembira, Perubahan hati, Penggabungan dengan komunitas kristiani serta Memampukan untuk menjadi Evangelis. Seorang bukanlah Katolik yang sesungguhnya bila tidak perpartisipasi dalam evangelisasi.
Karena hari Minggu ini adalah Hari Komunikasi Sosial se-Dunia, maka saya akan menutup renungan ini dengan pesan Bapa Paus Benedictus XVI: ”Oleh karena itu, saya ingin mengajak orang-orang kristiani dengan percaya diri, dan dengan kreatifitas yang terbina dan bertanggungjawab bergabung dalam jejaring hubungan yang dimungkinkan oleh jaman digital. Hal ini bukan saja untuk memuaskan keinginan untuk hadir, tetapi karena jejaring ini merupakan bagian utuh dari hidup manusia. Internet memberikan sumbangsih bagi perkembangan cakrawala intelektual dan spiritual yang lebih kompleks, bentuk-bentuk baru kesadaran berbagi. Di dalam wilayah ini juga kita dipanggil untuk memaklumkan iman kita bahwa Kristus adalah Allah, Penyelamat umat manusia dan Penyelamat sejarah, yang di dalam-Nya segala sesuatu memperoleh kepenuhannya (Bdk. Ef. 1:10). Pewartaan Injil menuntut sebuah komunikasi yang sekaligus penuh hormat dan peka, yang menggugah hati dan menggerakkan kesadaran; cerminan suri teladan Yesus yang bangkit tatkala Ia bergabung bersama para murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus (bdk. Lk. 24:13-35). Dengan cara pendekatan-Nya, dialog-Nya bersama mereka, cara-Nya yang lembut menggerakkan hati, mereka perlahan-lahan dituntun kepada suatu pemahaman akan misteri.”
Guangzhou, 2 Juni 2011
Sr. Anastasia B. Lindawati, M.M.
Let’s do simple things with simple love to make God’s love visible
P.S. Renungan ini dibawakan untuk Komsel Zhongda pada 2 Juni 2011, sebagian adalah terjemahan bebas dari komentar Christian Community Bible-Catholic Pastoral Edition
Shalom!
Pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus mengatakan bahwa Ia 'akan pergi'. Gereja mengartikannya sebagai petunjuk mengenai Kenaikan-Nya ke Surga. Ke manakah tepatnya Yesus pergi dan mengapa? Orang-orang Timur Tengah biasa melihat segala sesuatu secara harafiah. Mereka percaya bahwa surga ada di suatu tempat di atas langit - mereka pikir surga itu seperti suatu kubah di atas langit. Yesus tidak datang untuk mengajarkan astronomi atau ilmu perbintangan, jadi Ia terangkat ke langit sebagai cara untuk mengatakan bahwa Ia pergi ke Surga. Mengapa Ia pergi? Ia mungkin hendak mengajarkan kepada para murid-Nya agar tidak lagi terpaku pada kehadiran-Nya secara fisik. Ia akan tetap bersama mereka secara rohani melalui Roh Kudus-Nya. Dengan cara demikian Ia mendorong para murid-Nya untuk memulai misi mereka yaitu “pergi ke seluruh dunia untuk mewartakan Injil.” P. Richard Lonsdale (http://yesaya.indocell.net/id649.htm)
Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, dirayakan pada hari Kamis empat puluh hari setelah Paskah tetapi di beberapa tempat dirayakan pada hari Minggu Paskah ke VII. Angka empat puluh diinspirasi oleh selang waktu bayi berada dalam rahim ibunya, yaitu empat puluh minggu, yang mengindikasikan waktu pertumbuhan dan kematangan, waktu menunggu hidup yang baru. Selama empat puluh hari Yesus menyiapkan diriNya untuk misiNya sebagai Penyelamat dan selama empat puluh hari para rasul menyiapkan diri untuk pencurahan Roh Kudus. Setiap penulis Injil, dengan caranya sendiri, mengakhiri tulisannya dengan perutusan para rasul. Dalam Injil Matius Minggu ini, kita mendengar bagaimana Yesus memberi perintah untuk pergi dan menjadikan semua bangsa muridNya dan membaptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus serta mengajar mereka melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkanNya kepada kita. Ini adalah perintah Yesus yang terakhir dan biasa disebut Amanat Agung karena besarnya kuasa (di surga dan di bumi) dan besarnya jangkauan (kepada semua bangsa) perintah ini. Mirip dengan itu, dari halaman pertama Kisah Para Rasul, Yesus mengingatkan GerejaNya akan tuntutan misi, ketika Gereja, atau bahkan komunitas terkecil, tidak lagi menjadi missioner, mereka bukan lagi Gereja Kristus. Dietrich Bonhoeffer mengatakan kekristenan tanpa pemuridan adalah kekristenan tanpa Kristus, percaya kepada Yesus saja tidak cukup, kita dipanggil untuk mematuhi perintahNya, hidup menurut apa yang dikatakan Yesus, dan menunjukkan kesetiaan kita kepada Kerajaan Allah, yang telah rusak, ke dalam dunia Kristus.
Yesus memperbanyak “bukti-bukti” kebangkitanNya bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi saksi Kristus yang bangkit, tetapi sekarang Dia harus membiarkan para rasul mengetahui perbedaan dari kebangkitan. Pada penampakanNya yang terakhir pada hari kenaikanNya ke Surga, Yesus mengungkapkan kepada mereka arti dari ceritanya sendiri: datang dari Bapa, dia kembali ke Bapa, tetapi Dia tidak kembali sendirian, Dia membawa juga “orang-orang tawanan” (Ef 4: 8) yang Dia lepaskan dari kuasa kegelapan dan membawa mereka ke dalam Kerajaan AnakNya yang kekasih (Kol 1: 13), Dia pergi untuk menyiapkan sebuah tempat bagi kita, sehingga dimana Dia berada, kitapun berada (Yoh 14: 2-3). Saat ini, para rasul masih berada di dunia ini, dimana mereka harus memberikan kesaksian akan kenyataan baru dari Kerajaan Allah yang didirikan oleh Yesus, sebuah Kerajaan yang tidak seperti kerajaan di dunia ini yang didirikan dengan kekuasaan dan uang (Luk 22:25-26), tetapi Kerajaan cinta, keadilan dan kedamaian. Kerajaan ini tidak akan didirikan di awan, tetapi sudah ada di antara kita (Luk 17: 20-21) dan bertumbuh setiap kali kita membiarkan diri kita dibimbing oleh Roh Kudus.
Pelayan Sakramen Baptis adalah Uskup, imam dan diakon kecuali dalam keadaan darurat boleh dilakukan oleh siapapun. Sebagai orang yang sudah dibaptis dan bukan pelayan sakramen Baptis, maka panggilan kita adalah melakukan penginjilan dalam hidup kita sehari-hari, menjadi umat Katolik yang berusaha menghidupi janji Baptis yang sudah kita ucapkan dengan menolak setan, dosa dan segala kejahatan yang merongrong masyarakat. Mahatma Gandhi mengatakan bahwa beliau menyukai Kristus kita, tetapi beliau tidak menyukai orang-orang Kristen.
Tahap-tahap proses Evangelisasi adalah: Kesaksian hidup pribadi dan komunitas, Pewartaan Kabar Gembira, Perubahan hati, Penggabungan dengan komunitas kristiani serta Memampukan untuk menjadi Evangelis. Seorang bukanlah Katolik yang sesungguhnya bila tidak perpartisipasi dalam evangelisasi.
Karena hari Minggu ini adalah Hari Komunikasi Sosial se-Dunia, maka saya akan menutup renungan ini dengan pesan Bapa Paus Benedictus XVI: ”Oleh karena itu, saya ingin mengajak orang-orang kristiani dengan percaya diri, dan dengan kreatifitas yang terbina dan bertanggungjawab bergabung dalam jejaring hubungan yang dimungkinkan oleh jaman digital. Hal ini bukan saja untuk memuaskan keinginan untuk hadir, tetapi karena jejaring ini merupakan bagian utuh dari hidup manusia. Internet memberikan sumbangsih bagi perkembangan cakrawala intelektual dan spiritual yang lebih kompleks, bentuk-bentuk baru kesadaran berbagi. Di dalam wilayah ini juga kita dipanggil untuk memaklumkan iman kita bahwa Kristus adalah Allah, Penyelamat umat manusia dan Penyelamat sejarah, yang di dalam-Nya segala sesuatu memperoleh kepenuhannya (Bdk. Ef. 1:10). Pewartaan Injil menuntut sebuah komunikasi yang sekaligus penuh hormat dan peka, yang menggugah hati dan menggerakkan kesadaran; cerminan suri teladan Yesus yang bangkit tatkala Ia bergabung bersama para murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus (bdk. Lk. 24:13-35). Dengan cara pendekatan-Nya, dialog-Nya bersama mereka, cara-Nya yang lembut menggerakkan hati, mereka perlahan-lahan dituntun kepada suatu pemahaman akan misteri.”
Guangzhou, 2 Juni 2011
Sr. Anastasia B. Lindawati, M.M.
Let’s do simple things with simple love to make God’s love visible
P.S. Renungan ini dibawakan untuk Komsel Zhongda pada 2 Juni 2011, sebagian adalah terjemahan bebas dari komentar Christian Community Bible-Catholic Pastoral Edition