Renungan di bawah ini merupakan terjemahan dari http://www.lentreflections.com/
Lazarus, marilah keluar!
Santo Agustinus mengatakan bahwa anak perempuan, yang meninggal di dalam
rumahnya, merupakan simbol dari dosa, yang belum kita lakukan tetapi ada dalam
pikiran dan hati kita. Anak laki-laki dari janda di Nain, yang dibawa ke pintu
rumah, merupakan simbol dari dosa yang sudah dilakukan. Orang yang dibangkitkan dan diserahkan kepada
ibunya ini merupakan simbol dari Gereja.
Yang ketiga dan yang paling dramatis adalah kasus Lazarus. Dia merupakan simbol dari moral/rohani yang
paling buruk: dosa yang telah ada di dunia dan menyatu dalam kebiasaan jahat. Hal
ini merupakan kebobrokan yang mendalam, menyebabkan kebusukan rohani.
Dalam Injil Yohanes, kebangkitan Lazarus terjadi sebelum kisah sengsara,
sebelum klimaks ketika Yesus mengalahkan kematian dengan kematian. Ketika
diberitahu bahwa Lazarus telah meninggal, Yesus mengatakan, “Lazarus, saudara
kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari
tidurnya” (Yoh 11:11). Dengan kata-kata
ini, Dia menyatakan bahwa kita berada di dunia yang baru. Di dalam dunia yang lama, kesadaran yang
lama, kematian adalah sebuah akhir, dan penghabisannya memberi kuasa, tetapi dengan menyatakannya sebagai “tidur,”
Yesus memberi tanda bahwa melalui kuasa dan kehendak Allah, kematian bukanlah
sebuah akhir, bukan merupakan kata terakhir
“Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari
berbaring di dalam kubur“(Yoh 11:17). Ini
merupakan tanda bahwa tidak ada kesalahan, orang ini benar-benar telah
meninggal. Tetapi hal ini bukan
merupakan masalah bagi orang yang melampaui ruang dan waktu, yang memiliki
kuasa antara hidup dan mati.
Martha keluar untuk menemui Yesus dan menyatakan kepercayaanya akan
identitas dan kuasa Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak
mati. Tetapi sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan
kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.” Kata Yesus kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit…Akulah kebangkitan dan
hidup” (Yoh 11:21-23). Allah membenci kematian dan tidak ingin kematian menghancurkan
hidup manusia.
Yesus merasa sangat sedih dan mulai menangis ketika berada di kubur
Lazarus. Hal ini merupakan tanda bahwa
Allah memasuki kegelapan dan kebingungan serta penderitaan akan kematian pendosa.
Dia tidak berada di luar situasi kita, tetapi merasakannya.
Tetapi kemudian dia mendekati musuhnya seperti seorang pemenang. Katanya, “Angkatlah batu itu.” Mereka yang terbelenggu dalam dunianya
mengatakan, “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati.”
Yesus tidak takut. Dia berseru
dengan suara keras, “Lazarus,
marilah ke luar!” Orang yang telah mati itu
datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya
tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu
dan biarkan ia pergi.” Ini tidak sekedar
suara orang yang berharap, tidak sekedar suara seorang rohaniwan besar; ini
adalah suara Allah yang membenci kematian dan berkuasa atasnya. Dan karenanya “Orang yang telah mati itu datang ke luar.”
Kata Yesus kepada mereka, “Bukalah kain-kain
itu dan biarkan ia pergi.” Sama seperti dia
telah membebaskan Lazarus, maka Yesus akan membebaskan kita dari kematian.