Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Katolik, maka tidak heran kalau cukup banyak umat yang mengikuti Ekaristi harian. Di Paroki “Our Lady of Miraculous Medal (OLMM)” Quezon City, setiap hari ada lektor, komentator, koor, petugas tata tertib, seorang misdinar dan tiga orang prodiakon. Selain itu selalu Alkitab besar yang diangkat tinggi oleh lektor ketika perarakan pembukaan Ekaristi, Konsekrasi selalu dinyanyikan, dilakukan penghormatan kepada Bunda Maria dalam bahasa latin setiap hari Sabtu. Ekaristi harian di Pertapaan Santa Klara juga dihadiri cukup banyak umat. Ekaristi harian biasanya sekitar 30 sampai 40 menit termasuk kotbah.
Ekaristi Hari MingguEkaristi Hari Minggu biasanya sekitar satu jam dan umat tidak membawa buku panduan atau lagu-lagu Ekaristi. Beberapa Gereja menyediakan proyektor atau LCD atau televisi .
Di beberapa Gereja besar seperti Katedral Baguio dan Gereja Quiapo, Ekaristi hari Minggu diadakan hampir tiap jam dan jumlah umat melebihi tempat duduk. Tidaklah mengherankan harus berdesakan untuk masuk Gereja dan ketika baru sampai di tempat duduk, sudah terdengar lagu pembukaan.
Misdinar tidak selalu memakai pakaian misdinar seperti di Indonesia, ada yang memakai baju khas Filipina.
Kekhasan Gereja
Gereja di Quiapo terkenal dengan prosesi tahunan “Black Nazerene”, Gereja Baclaran terkenal dengan Devosi Bunda Maria Penolong Abadi (“Our Lady of Perpetual Help”) setiap hari Rabu, Pertapaan Santa Klara terkenal dengan pelayanan doa-nya dan banyak umat memberi telur sebagai ucapan terima kasih, sedangkan Gereja St. Cruz terkenal dengan Sakramen Pengampunan Dosanya.
Di beberapa Gereja, umat bertepuk tangan seusai berkat dan prodiakon memercikkan air suci sedangkan umat mengacungkan benda-benda rohani yang ingin diberkati.
BahasaKetika berada di Quezon City, saya mengikuti Ekaristi harian berbahasa Inggris di kapel Maryknoll Sisters dimana saya tinggal, atau di Biara CB (termasuk Ekaristi perpisahan dengan Bapa Uskup Surabaya Mgr. V. Soetikno) atau di Biara RGS. Semuanya dengan kotbah bahasa Inggris. Saya biasanya membawa buku “People Mass” supaya bisa menjawab. Ekaristi harian di Pertapaan Santa Klara di pagi hari juga berbahasa Inggris kecuali hari Rabu meskipun kotbah berbahasa Tagalog bercampur Inggris. Ekaristi di pagi hari di Paroki “Our Lady of Miraculous Medal” berbahasa Inggris tetapi kotbah biasanya bahasa Tagalog.
Ekaristi dalam Tagalog saya yang pertama adalah di Pertapaan Santa Klara, tentu saja saya hanya bisa terdiam sepanjang EKaristi. Setelah itu saya beberapa kali mengikuti Ekaristi berbahasa Tagalog seperti ketika Ekaristi di Gereja Baclaran.
Ketika tinggal di Maryknoll Ecological Sanctuary Baguio, saya mengikuti Ekaristi harian berbahasa Inggris di kapel biara Santa Chatalina. Saya juga pernah mengikuti Ekaristi berbahasa Ilokano di Katedral Baguio, yang dinding luarnya berwarna pink dan putih. Kunjungan ke Our Lady of Victory Training Center for Youth Handicapped Davao memberi kesempatan untuk mengikuti Ekaristi berbahasa Visayas meskipun hanya sekali. Biasanya saya memilih untuk mengikuti Ekaristi berbahasa Inggris di Gereja Santo Yosef Pekerja.
Ekaristi Kaul Sementara Carolus BoromeusSaya juga berkesempatan untuk mengikuti Ekaristi profesi kaul sementara tiga suster Carolus Borromeus di Kapel CB Tagaytay. Angin bertiup sangat kencang di Tagaytay tetapi pemandangannya sangat indah.
Ekaristi “Pilgrimage of the World Youth Day Cross and the Icon of Our Lady”Keinginan untuk menghadiri World Youth Day tahun 2008 di Sydney terobati dengan kesempatan mengikuti “Pilgrimage of the World Youth Day Cross and the Icon of Our Lady” di Katedral Cubao yang megah.
Salib setinggi 3.8 m itu diletakkan di depan altar dan di sampingnya diletakkan Ikon Bunda Maria Penolong Abadi, yang telah ikut berkeliling dunia bersama sejak tahun 2003. Salib ini telah mengunjungi Gereja dan tempat berkumpul kaum muda seperti penjara, sekolah, universitas, tempat sejarah nasional, tempat perbelanjaan, taman.
Acara dibuka dengan atraksi tari dan lagu serta ditutup dengan Ekaristi yang dipimpin oleh Bapa Uskup Cubao Mgr. Nes Ongtioco.
Saya berkesempatan untuk mencium Salib, yang sudah berkeliling dunia sejak tahun 1984.
Pembaharuan Karismatik
Ketika Kamis Putih dan Jumat Agung, saya mengikuti ”Shalom Lenten Retreat” yang bernuansa karismatik. Acara dimulai sekitar pukul 14.00 sampai sekitar pukul 21.00, dengan pembicara utama Rm. Archie, OFM. Acara ini disiarkan secara langsung oleh dua stasiun televisi meskipun tidak keseluruhan. Ribuan orang memenuhi Araneta Center termasuk yang berharap mendapat penyembuhan. Terlihat juga ratusan orang yang memakai kaos merah pendukung Imelda Marcos.
Acara di hari Kamis Putih ditutup dengan Ekaristi yang disertai pembasuhan kaki, sedangkan acara di hari Jumat Suci sungguh meriah tetapi tanpa mencium salib dan penerimaan Komuni.
Ekaristi di Margaretha Home, Quezon CityDi hari Minggu Paskah, saya menghadiri Ekaristi di Margaretha Home, yang merupakan panti asuhan bagi anak-anak buta yang dikelola oleh suster SCC. Lektor, pemazmur dan organisnya adalah anak-anak, yang ketika Ekaristi selesai, sangat antusias untuk berbincang-bincang dengan umat yang hadir.
Ekaristi Pemakaman Rm. Fransiskus Madhu, SVD
Rm. Fransiskus Madhu, SVD adalah seorang misionaris muda asal Flores yang meninggal ditembak di Kalinga - Filipina ketika akan mempersembahkan Ekaristi pada hari Minggu Palem, 1 April 2007.
Saya mengikuti Ekaristi pemakaman imam, yang baru ditahbiskan pada 2004 ini, yang dihadiri oleh ratusan warga Indonesia termasuk juga oleh Duta besar Indonesia untuk Filipina dan keluarga muslim Indonesia di Filipina. Perayaan Ekaristi berlangsung di kapel SVD Christ the King, Quezon City dan dimakamkan di tempat pemakaman di kompleks yang sama.
Ekaristi Latin Tradisional
Secara tidak sengaja saya melihat Gereja “Our Lady of Victories (OLV)”, yang terletak di dekat “Institute of Formation and Religious Studies (IFRS)” dimana saya belajar “Contemporary Moral Issues” dan Inggris Dasar.
Ekaristi Hari MingguEkaristi Hari Minggu biasanya sekitar satu jam dan umat tidak membawa buku panduan atau lagu-lagu Ekaristi. Beberapa Gereja menyediakan proyektor atau LCD atau televisi .
Di beberapa Gereja besar seperti Katedral Baguio dan Gereja Quiapo, Ekaristi hari Minggu diadakan hampir tiap jam dan jumlah umat melebihi tempat duduk. Tidaklah mengherankan harus berdesakan untuk masuk Gereja dan ketika baru sampai di tempat duduk, sudah terdengar lagu pembukaan.
Misdinar tidak selalu memakai pakaian misdinar seperti di Indonesia, ada yang memakai baju khas Filipina.
Kekhasan Gereja
Gereja di Quiapo terkenal dengan prosesi tahunan “Black Nazerene”, Gereja Baclaran terkenal dengan Devosi Bunda Maria Penolong Abadi (“Our Lady of Perpetual Help”) setiap hari Rabu, Pertapaan Santa Klara terkenal dengan pelayanan doa-nya dan banyak umat memberi telur sebagai ucapan terima kasih, sedangkan Gereja St. Cruz terkenal dengan Sakramen Pengampunan Dosanya.
Di beberapa Gereja, umat bertepuk tangan seusai berkat dan prodiakon memercikkan air suci sedangkan umat mengacungkan benda-benda rohani yang ingin diberkati.
BahasaKetika berada di Quezon City, saya mengikuti Ekaristi harian berbahasa Inggris di kapel Maryknoll Sisters dimana saya tinggal, atau di Biara CB (termasuk Ekaristi perpisahan dengan Bapa Uskup Surabaya Mgr. V. Soetikno) atau di Biara RGS. Semuanya dengan kotbah bahasa Inggris. Saya biasanya membawa buku “People Mass” supaya bisa menjawab. Ekaristi harian di Pertapaan Santa Klara di pagi hari juga berbahasa Inggris kecuali hari Rabu meskipun kotbah berbahasa Tagalog bercampur Inggris. Ekaristi di pagi hari di Paroki “Our Lady of Miraculous Medal” berbahasa Inggris tetapi kotbah biasanya bahasa Tagalog.
Ekaristi dalam Tagalog saya yang pertama adalah di Pertapaan Santa Klara, tentu saja saya hanya bisa terdiam sepanjang EKaristi. Setelah itu saya beberapa kali mengikuti Ekaristi berbahasa Tagalog seperti ketika Ekaristi di Gereja Baclaran.
Ketika tinggal di Maryknoll Ecological Sanctuary Baguio, saya mengikuti Ekaristi harian berbahasa Inggris di kapel biara Santa Chatalina. Saya juga pernah mengikuti Ekaristi berbahasa Ilokano di Katedral Baguio, yang dinding luarnya berwarna pink dan putih. Kunjungan ke Our Lady of Victory Training Center for Youth Handicapped Davao memberi kesempatan untuk mengikuti Ekaristi berbahasa Visayas meskipun hanya sekali. Biasanya saya memilih untuk mengikuti Ekaristi berbahasa Inggris di Gereja Santo Yosef Pekerja.
Ekaristi Kaul Sementara Carolus BoromeusSaya juga berkesempatan untuk mengikuti Ekaristi profesi kaul sementara tiga suster Carolus Borromeus di Kapel CB Tagaytay. Angin bertiup sangat kencang di Tagaytay tetapi pemandangannya sangat indah.
Ekaristi “Pilgrimage of the World Youth Day Cross and the Icon of Our Lady”Keinginan untuk menghadiri World Youth Day tahun 2008 di Sydney terobati dengan kesempatan mengikuti “Pilgrimage of the World Youth Day Cross and the Icon of Our Lady” di Katedral Cubao yang megah.
Salib setinggi 3.8 m itu diletakkan di depan altar dan di sampingnya diletakkan Ikon Bunda Maria Penolong Abadi, yang telah ikut berkeliling dunia bersama sejak tahun 2003. Salib ini telah mengunjungi Gereja dan tempat berkumpul kaum muda seperti penjara, sekolah, universitas, tempat sejarah nasional, tempat perbelanjaan, taman.
Acara dibuka dengan atraksi tari dan lagu serta ditutup dengan Ekaristi yang dipimpin oleh Bapa Uskup Cubao Mgr. Nes Ongtioco.
Saya berkesempatan untuk mencium Salib, yang sudah berkeliling dunia sejak tahun 1984.
Pembaharuan Karismatik
Ketika Kamis Putih dan Jumat Agung, saya mengikuti ”Shalom Lenten Retreat” yang bernuansa karismatik. Acara dimulai sekitar pukul 14.00 sampai sekitar pukul 21.00, dengan pembicara utama Rm. Archie, OFM. Acara ini disiarkan secara langsung oleh dua stasiun televisi meskipun tidak keseluruhan. Ribuan orang memenuhi Araneta Center termasuk yang berharap mendapat penyembuhan. Terlihat juga ratusan orang yang memakai kaos merah pendukung Imelda Marcos.
Acara di hari Kamis Putih ditutup dengan Ekaristi yang disertai pembasuhan kaki, sedangkan acara di hari Jumat Suci sungguh meriah tetapi tanpa mencium salib dan penerimaan Komuni.
Ekaristi di Margaretha Home, Quezon CityDi hari Minggu Paskah, saya menghadiri Ekaristi di Margaretha Home, yang merupakan panti asuhan bagi anak-anak buta yang dikelola oleh suster SCC. Lektor, pemazmur dan organisnya adalah anak-anak, yang ketika Ekaristi selesai, sangat antusias untuk berbincang-bincang dengan umat yang hadir.
Ekaristi Pemakaman Rm. Fransiskus Madhu, SVD
Rm. Fransiskus Madhu, SVD adalah seorang misionaris muda asal Flores yang meninggal ditembak di Kalinga - Filipina ketika akan mempersembahkan Ekaristi pada hari Minggu Palem, 1 April 2007.
Saya mengikuti Ekaristi pemakaman imam, yang baru ditahbiskan pada 2004 ini, yang dihadiri oleh ratusan warga Indonesia termasuk juga oleh Duta besar Indonesia untuk Filipina dan keluarga muslim Indonesia di Filipina. Perayaan Ekaristi berlangsung di kapel SVD Christ the King, Quezon City dan dimakamkan di tempat pemakaman di kompleks yang sama.
Ekaristi Latin Tradisional
Secara tidak sengaja saya melihat Gereja “Our Lady of Victories (OLV)”, yang terletak di dekat “Institute of Formation and Religious Studies (IFRS)” dimana saya belajar “Contemporary Moral Issues” dan Inggris Dasar.
Liturgi di Gereja OLV ini mengikuti Buku Misa Pius V, yang menjadi tradisi sejak empat ratus tahun sebelum Konsili Vatikan II. Mendengar cerita dan mengalami langsung tentulah berbeda, karenanya saya memutuskan untuk mengikuti Ekaristi harian di OLV.
Saat memasuki Gereja, Laura dan saya disambut dengan pengumuman tentang cara berpakaian selama mengikuti Ekaristi, diantaranya tidak boleh memakai celana panjang dan harus memakai penutup kepala untuk wanita. Saya jadi teringat beberapa orang wanita yang memakai baju terusan selutut berwarna coklat dan kerudung berenda ketika mengikuti Ekaristi di OLMM. Meskipun memakai celana jeans, Laura dan saya memutuskan untuk masuk ke Gereja. Tidak lama kemudian, seorang ibu datang memberi dua buah penutup kepala berenda. Saya mendapat penutup kepala lingkaran dengan sebuah jepit, yang membuat saya kebingungan bagaimana cara memakainya, akhirnya saya jepitkan di telinga saya meskipun penutup kepala itu harus sering saya benahi supaya tidak jatuh. Suasana sangat hening dan tangan saya bergetar terus menerus. Hanya beberapa orang tua yang mengikuti Ekaristi. Akhirnya dimulailah Ekaristi di depan tabernakel kanan oleh seorang imam (ternyata Rm. Roy Dolotina, SSPX seorang imam Filipino yang baru ditahbiskan di Australia pada 2005) didampingi seorang misdinar. Tidak lama kemudian, masuklah imam lain didampingi seorang misdinar dan merayakan Ekaristi di depan tabernakel tengah. Di kanan kiri tabernakel tengah ada beberapa orang frater berjubah putih yang mengikuti Ekaristi. Sepanjang Ekaristi, saya hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh kedua imam sambil beberapa kali membuat tanda salib seperti yang dilakukan umat lain. Tidak ada kotbah ataupun lagu pada Ekaristi harian (disebut ”Low Mass”). Akhirnya saya memutuskan untuk maju ke depan altar untuk menerima Komuni, apalagi seorang imam pengajar ”Inter Religious Studies” di IFRS mengatakan bahwa Ekaristi tradisional dengan bahasa latin adalah valid.
Di depan altar, sebagaimana di Pertapaan Santa Klara, ada pagar pendek. Saya berlutut di bangku yang sudah disediakan dan mendekatkan kain putih yang menutupi pagar tersebut ke dagu. Imam yang merayakan Ekaristi di tabernakel tengah mulai membagikan Komuni di lidah. Untuk pertama kalinya saya menerima Komuni di lidah.
Setelah Ekaristi, Laura dan saya berbincang-bincang dengan Rm. Roy Dolotina, SSPX tentang beberapa hal sehubungan dengan Gereja OLV. Perbincangan saya lanjutkan selama dua hari ketika jam istirahat makan siang di pastoran OLV, yang memasang foto Paus Benediktus XVI dan Uskup Quezon City. Dari perbincangan ini, membuat saya mengerti makna simbolik dari beberapa sikap imam ketika Ekaristi mulai dari berlutut di depan altar, konsekrasi hosti dan anggur yang terpisah, pengangkatan Tubuh atau Piala setelah kata-kata Konsekrasi, dan pemindahan Alkitab dari sebelah kanan ke kiri ketika pembacaan Injil. Selain itu ternyata ada beberapa tarekat yang masih merayakan Ekaristi latin tradisional.
Para imam SSPX (Society of Sint Pius X) menghayati ketiga kaul secara spiritual tetapi tidak mengucapkannya, sehingga seperti perpaduan antara imam biarawan dan diosesan. Meskipun begitu mereka memakai jubah putih dengan ikat pinggang hitam sepanjang hari sebagai tanda kesiapan melayani umat setiap waktu, lengkap dengan hem lengan panjang putih padahal saat itu sedang musim panas.
Rm. Roy berjanji untuk meminjami rok ketika mengundang saya untuk mengikuti ”Sung Mass” pada hari Minggu, dimana ada nyanyiannya. Saya tidak membawa satupun rok ketika berangkat ke Filipina. Ternyata Gereja OLV menyediakan penutup kepala dan rok yang bisa dipinjam.
Ekaristi di Biara ”Pink Sisters”Saya mengikuti Ekaristi di Biara ”Pink Sisters” di hari Minggu terakhir karena sudah lama ingin mengunjungi. Tentu jauh lebih murah daripada harus ke Flores karena saya cukup naik jeepney satu kali sekitar Rp. 6000 pulang pergi. Ternyata saat itu ada dua orang suster yang akan mengucapkan kaul kekal sehingga Ekaristi cukup meriah dan penuh dengan suasana pink.
Saat memasuki Gereja, Laura dan saya disambut dengan pengumuman tentang cara berpakaian selama mengikuti Ekaristi, diantaranya tidak boleh memakai celana panjang dan harus memakai penutup kepala untuk wanita. Saya jadi teringat beberapa orang wanita yang memakai baju terusan selutut berwarna coklat dan kerudung berenda ketika mengikuti Ekaristi di OLMM. Meskipun memakai celana jeans, Laura dan saya memutuskan untuk masuk ke Gereja. Tidak lama kemudian, seorang ibu datang memberi dua buah penutup kepala berenda. Saya mendapat penutup kepala lingkaran dengan sebuah jepit, yang membuat saya kebingungan bagaimana cara memakainya, akhirnya saya jepitkan di telinga saya meskipun penutup kepala itu harus sering saya benahi supaya tidak jatuh. Suasana sangat hening dan tangan saya bergetar terus menerus. Hanya beberapa orang tua yang mengikuti Ekaristi. Akhirnya dimulailah Ekaristi di depan tabernakel kanan oleh seorang imam (ternyata Rm. Roy Dolotina, SSPX seorang imam Filipino yang baru ditahbiskan di Australia pada 2005) didampingi seorang misdinar. Tidak lama kemudian, masuklah imam lain didampingi seorang misdinar dan merayakan Ekaristi di depan tabernakel tengah. Di kanan kiri tabernakel tengah ada beberapa orang frater berjubah putih yang mengikuti Ekaristi. Sepanjang Ekaristi, saya hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh kedua imam sambil beberapa kali membuat tanda salib seperti yang dilakukan umat lain. Tidak ada kotbah ataupun lagu pada Ekaristi harian (disebut ”Low Mass”). Akhirnya saya memutuskan untuk maju ke depan altar untuk menerima Komuni, apalagi seorang imam pengajar ”Inter Religious Studies” di IFRS mengatakan bahwa Ekaristi tradisional dengan bahasa latin adalah valid.
Di depan altar, sebagaimana di Pertapaan Santa Klara, ada pagar pendek. Saya berlutut di bangku yang sudah disediakan dan mendekatkan kain putih yang menutupi pagar tersebut ke dagu. Imam yang merayakan Ekaristi di tabernakel tengah mulai membagikan Komuni di lidah. Untuk pertama kalinya saya menerima Komuni di lidah.
Setelah Ekaristi, Laura dan saya berbincang-bincang dengan Rm. Roy Dolotina, SSPX tentang beberapa hal sehubungan dengan Gereja OLV. Perbincangan saya lanjutkan selama dua hari ketika jam istirahat makan siang di pastoran OLV, yang memasang foto Paus Benediktus XVI dan Uskup Quezon City. Dari perbincangan ini, membuat saya mengerti makna simbolik dari beberapa sikap imam ketika Ekaristi mulai dari berlutut di depan altar, konsekrasi hosti dan anggur yang terpisah, pengangkatan Tubuh atau Piala setelah kata-kata Konsekrasi, dan pemindahan Alkitab dari sebelah kanan ke kiri ketika pembacaan Injil. Selain itu ternyata ada beberapa tarekat yang masih merayakan Ekaristi latin tradisional.
Para imam SSPX (Society of Sint Pius X) menghayati ketiga kaul secara spiritual tetapi tidak mengucapkannya, sehingga seperti perpaduan antara imam biarawan dan diosesan. Meskipun begitu mereka memakai jubah putih dengan ikat pinggang hitam sepanjang hari sebagai tanda kesiapan melayani umat setiap waktu, lengkap dengan hem lengan panjang putih padahal saat itu sedang musim panas.
Rm. Roy berjanji untuk meminjami rok ketika mengundang saya untuk mengikuti ”Sung Mass” pada hari Minggu, dimana ada nyanyiannya. Saya tidak membawa satupun rok ketika berangkat ke Filipina. Ternyata Gereja OLV menyediakan penutup kepala dan rok yang bisa dipinjam.
Ekaristi di Biara ”Pink Sisters”Saya mengikuti Ekaristi di Biara ”Pink Sisters” di hari Minggu terakhir karena sudah lama ingin mengunjungi. Tentu jauh lebih murah daripada harus ke Flores karena saya cukup naik jeepney satu kali sekitar Rp. 6000 pulang pergi. Ternyata saat itu ada dua orang suster yang akan mengucapkan kaul kekal sehingga Ekaristi cukup meriah dan penuh dengan suasana pink.
Seusai Ekaristi, saya memberi ucapan selamat kepada selebran dari balik pembatas berjeruji, salah satunya adalah Sr. Christa Maria, SsPSAP yang pernah bekerja di Jakarta sebelum menjadi biarawati.
Kunjungan ke Gereja
Saya juga berkesempatan untuk mengunjungi beberapa Gereja dan kapel biara meskipun tidak mengikuti Ekaristi seperti Katedral Manila, Gereja St. Agustinus di Manila, dan Gereja St. Joseph di Quezon City.
Surabaya, 24 Juni 2007
Hari Raya Kelahiran St. Yohanes Pembaptis
Linda AB, M.M. - linda_ab06@yahoo.com
Let’s make God’s love visible
Kunjungan ke Gereja
Saya juga berkesempatan untuk mengunjungi beberapa Gereja dan kapel biara meskipun tidak mengikuti Ekaristi seperti Katedral Manila, Gereja St. Agustinus di Manila, dan Gereja St. Joseph di Quezon City.
Surabaya, 24 Juni 2007
Hari Raya Kelahiran St. Yohanes Pembaptis
Linda AB, M.M. - linda_ab06@yahoo.com
Let’s make God’s love visible
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete