Saturday, October 8, 2022

Opini Masalah Kemasyarakatan

 Komnas HAM: Antara Harapan dan Kenyataan 

Komnas HAM adalah sebuah komisi yang dibentuk berdasarkan Keppres no. 50 tahun 1993 dengan tujuan membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM.

Komisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan HAM guna mendukung terwujudnya tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.  Untuk itu kegiatan yang dapat dilakukan adalah menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai HAM baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional.

Komnas HAM juga memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberikan pendapat, pertimbangan dan saran kepada badan pemerintahan negara mengenai pelaksanaan HAM.

 

Tempat Mengadu

Pembentukan Komnas HAM ternyata mendapat sambutan yang positif dari masyarakat.  Ratusan kasus mengalir ke Komnas HAM dengan harapan dapat diselesaikan.  Kehadiran komisi ini bagai embun di musim kemarau, memberikan setitik harapan ketika DPR pun tidak mampu memyelesaikannya dengan tuntas.

Bahkan salah seorang anggota Komnas HAM, Clementino Dos Reis Amaral, menyatakan terlihat kecenderungan rakyat lebih senang mengadu ke Komnas HAM dibanding ke DPR (Surya, 30 Maret 1994).

Hal ini tampaknya beralasan bila mengingat lamanya proses yang harus dilalui oleh sebuah kasus yang diadukan ke DPR, belum lagi tidak semua orang akan mengadu ke DPR bisa melakukannya.

 

Tindak Lanjut

Kehadiran Komnas HAM ternyata juga tidak mengecewakan.  Sudah banyak kasus yang dapat diselesaikan, bahkan untuk kasus ancaman PHK dapat diselesaikan dalam waktu singkat.  Dan mungkin inilah sebabnya mengapa terlihat kecenderungan rakyat lebih senang mengadu ke Komnas HAM.

Meski begitu, Ali Said-Ketua Komnas-menyatakan bahwa Komnas HAM bukanlah lembaga luar bisa yang bisa berbuat dan menyelesaikan apa saja (Surya, 30 Maret 1994).

Ini tampaknya menjadi kenyataan dalam kasus pembunuhan Marsinah, Kerja Komnas HAM dalam kasus ini seakan-akan selesai ketika kesimpulan akhir-yang diperoleh setelah menurunkan tim pencari fakta ke Surabaya-diumumkan kepada masyarakat luas.  Bahkan menurut Prof. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA, anggota Komnas HAM, temuan ini sebenarnya tidak harus diserahkan kepada instansi terkait.  Dalam kasus ini, Komnas HAM terlihat pasif, meskipun dalam kesimpulan akhirnya menyatakan adaanya penganiayaan dalam proses pemeriksaaan para tersangka yang tidak sesuai dengan KUHAP, adanya pelanggaran dalam proses penangkapan dan penahanan terhadap para tersangka.

Entah apa lagi yang bisa dilakukan Komnas HAM ketika keterlibatan instansi lain dalam PHK dikatakan dalam rangka pembinaan teritorial membantu pelaksanaan pemberian pesangon kepada para karyawan yang di PHK PT CS agar tidak menimbulkan akses negatif di kemudian hari.  Walaupun demikian, dalam salah satu kesaksian dikatakan bahwa PHK ini bukan keinginan pihak perusahaan.

Entah apa lagi yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM ketika pelanggaran dalam proses penangkapan, penahanan dan pemeriksaan terhadap tersangka/terdakwa yang dinilai tidak sesuai dengan KUHAP dikatakan telah diselesaikan melalui proses praperadilan.  Tetapi tentunya masih segar dalam ingatan, bahwa salah satu proses praperadilan terpaksa harus gugur karena perkara pokoknya keburu disidangkan.

Entah apa lagi yang bisa dilakukan Komnas HAM ketika disimpulkan telah terjadi penganiayaan dalam proses pemeriksaan terhadap para tersangka, dianggap baru merupakan sinyalemen, yang artinya bisa ya bisa tidak benar, dan akan diusut lebih lanjut.  Walah entah kapan masyarakat bisa tahu hasilnya.

Entah apa lagi yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM ketika Kapolda menyatakan kecil kemungkinannya ada tersangka lain dan “keberatan” bila kedua pembantu bos PT CPS dijadikan tersangka dengan alasan keduanya tidak begitu mengerti hukum (Surya, 13 April 1994).   Tetapi ternyata dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dikatakan bahwa segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Entah apa lagi yang harus dilakukan.  Mungkin menunggu sampai ada yang bisa ditelepon seperti kasus ancaman PHK.

 

Lalu harus bagaimana?

Komnas HAM memang terbukti mampu menyelesaikan cukup banyak kasus bahkan ada yang hanya dalam waktu sepuluh menit atau kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh DPR dengan tuntas.  Tetapi di sisi lain, Komnas HAM juga mempunya keterbatasan-keterbatasan.

Menurut Mensesneg Moerdiono, Komnas HAM sejak semula dirancang bukan untuk mengambil alih tugas-tugas instansi lain untuk melakukan penyidikan maupun pemeriksaan (Surya, 13 April 1994).  Dan bisa dilihat kembali, memang Komnas HAM tidak diminta untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.  Yang diminta dari Komnas HAM adalah memantau, menyelidiki serta memberikan pendapat, pertimbangan dan saran mengenai pelaksaan HAM.

Dengan demikian lembaga-lembaga lainlah yang diharapkan dapat aktif dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang ditemukan oleh Komnas HAM.  Semisal DPR atau lembaga swadaya masyarakat.

DPR misalanya dapat mengundang Komnas HAM dalam acara dengar pendapat.  Ini bukan berati Komnas HAM melapor kepada DPR, karena kedudukan DPR lebih tinggi, tetapi lebih pada perlunya tindak lanjut dalam kasus pelanggaran HAM tidak peduli siapa pelakunya.  Sedangkan lembaga swadaya masyarakat mungkin bisa membawa temuan Komnas HAM ke pengadilan.

Tentunya amat disayangkan bila temuan Komnas HAM tentang adanya pelanggaran HAM, yang tentunya telah diselidiki dengan cermat dan dapat dipercaya keobyektifannya karena tidak terlibat langsung dalam kasus tersebut, setelah ditanggapi oleh pihak yang terkait dibiarkan begitu saja, tanpa ada tindak lanjut yang jelas, konkrit dan terbuka.

 

Penutup

Tentunya amat disayangkan bila Komans HAM hanya terjebak untuk meyelesaikan kasus-kasus yang mengalir kepadanya.  Ada tugas yang amat penting yang dipikul oleh Komnas HAM, yaitu menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai HAM.  Mungkin bisa disederhanakan menjadi menumbuhkan kesadaran tentang HAM, terutama kepada aparat pemerintahan sehingga layak dijadikan contoh bagi rakyat kebanyakan.  Bukankah perbuatan nyata lebih mudah dimengerti oleh rakyat kebanyakan, walaupun tidak tamat SD sekalipun!

Semoga kehadiran Komnas HAM, yang tentunya sangat diharapkan oleh pencari keadilan dan kebenaran, benar-benar dapat membawa angin perubahan dalam pelaksanaan HAM di bumi kita ini!

Pengirim: A.B. Lindawati P (Pengamat masalah sosial kemasyarakatan)












No comments:

Post a Comment