Renungan di bawah ini merupakan terjemahan
dari "FREE daily Lent Reflections from Fr. Robert Barron" ( http://www.lentreflections.com/)
Tubuh dan Darah Kristus
Pusat dan pengakuan yang masih mengejutkan dalam
Gereja Katolik adalah bahwa Yesus hadir secara real and substansial dalam rupa
roti dan anggur. KehadiranNya tidak
hanya sekedar evokatif dan simbolik, tidak hanya sekedar hasil pemikiran ataupengharapan
kita, tetapi real dan substansial.
Kalau Anda ingin membuktikan hal ini secara Biblis,
cobalah melihat pada kisah Perjamuan Terakhir dalam Injil Matius, Markus dan
Lukas – dan juga dalam surat St.
Paulus. Cobalah melihat secara khusus pada
Injil Yohanes bab VI. Yesus
mengidentifikasikan diriNya sebagai “roti hidup yang telah turun dari Surga,”
(Yoh 6: 51) dan kemudian Dia mengatakan, “Sesungguhnya jikalau kamu tidak makan
daging Anak Manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam
dirimu.” (Yoh 6: 53).
Ini adalah ungkapan yang sangat tidak bisa diterima
orang Yahudi di masa Yesus. Makan daging
seseorang adalah istilah yang sangat tidak dapat diterima. Lebih dari itu, minum darah binatang dilarang
dalam Perjanjian Lama – apalagi minum darah manusia. Tetapi ketika mereka menyampaikan
keberatannya, Yesus tidak menghaluskan bahasaNya, Dia lebih menekankannya. “DagingKu adalah benar-benar makanan dan
darahKu adalah benar-benar minuman.” (Yoh 6: 55).
Bagaimana kita membuatnya masuk akal? Semuanya ada hubungannya dengan siapa Yesus
itu. Kalau Dia hanya orang biasa,
kata-katanya hanya merupakan kata-kata simbolik. Saya dapat mengatakan, “Cincin ini adalah
lambang cintaku kepadamu.” Tetapi Yesus
adalah Tuhan, dan apa yang dikatakan Tuhan, demikianlah adanya.
Sabda Tuhan mempengaruhi kenyataan pada level yang
paling fundamental. Jadi, ketika
kata-kata Yesus atas roti dan anggur diucapkan, mereka berubah sesuai kata-kata
itu. Mereka menjadi tubuh dan darah
Tuhan secara real dan susbstansial.
Kenyataan dari sakramen ini sangat penting karena,
“Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal.”
(Yoh 6: 54a) Sakramen Ekaristi, sebagai
kehadiran Allah yang kekal, mengekalkan siapa yang memakannya, membuat kita
siap untuk kekekalan. Kita
berpartisipasi dalam Yesus Kristus melalui sakramen ini.
Itulah sebabnya kita harus sangat hati-hati, bahkan
sedikit waspada, ketika kita menuju meja perjamuan. Apakah kita mengetahui apa yang kita masuki?
Kutipan: Kita disatukan dengan Yesus Kristus,
menjadi serupa dengan Kristus
No comments:
Post a Comment