Renungan di bawah ini merupakan terjemahan
dari "FREE daily Lent Reflections from Fr. Robert Barron" ( http://www.lentreflections.com/)
Suara Sang Gembala
Seorang gembala yang baik,
yang sungguh memperhatikan domba-dombanya, mengenali suara yang
digembalakannya. Seperti seorang ibu
yang dapat mengenali suara anak-anak-nya, demikian juga seorang gembala dapat
mengenali suara domba-dombanya. Dan
hebatnya, domba juga dapat mengenali
suara gembalanya. Ketika mereka
mendengarnya, meraka akan berbaris dengan baik, sebab mereka tahu bahwa gembala
adalah kunci dari kebaikan mereka.
Tuhan Yesus, sebagai Gembala
yang Baik, mengatakan bahwa Dia datang untuk menyatukan para bangsa, dan
sebagai implikasinya, para bangsa akan mengenali suaraNya ketika mereka
mendengarnya. Apa yang mendorong orang untuk
menerima Tuhan Yesus? Apa yang menarik
perhatian mereka ketika mereka membaca Kitab Suci atau menerima Sakramen?
Kita dapat mengatakan bahwa jawabannya adalah kebiasaan,
latar belakang atau keberuntungan tetapi saya pikir sedang terjadi sesuatu yang
lebih mendalam. Ada resonansi ketika suara Kristus didengar
dengan tepat karena seluruh dunia telah terhubung untuk mendengarnya. Suara Tuhan Yesus adalah suara penggumpul. Kita, para domba yang hilang, secara implicit
dapat mengenali dan menanggapinya.
Tuhan Yesus jauh
lebih dari sekedar model inspirator moral dan jauh lebih dari seorang santo
yang kita kagumi dedikasi dan kasihnya.
Tuhan Yesus adalah seorang yang mengenal kita secara pribadi. Dia adalah seseorang, yang dapat mengenali
suara kita diantara keributan di sekitar kita, yang mengetahui nama, kebutuhan
dan hasrat kita yang khusus. Kita
dikenaliNya. Ketika kita berdoa dengan
cara yang khusus, kita didengarkan.
Dan lebih dari
itu, kita mendengar suaraNya dan mengenaliNya karena suaraNya adalah kunci dari
kebaikan kita. Kita telah terhubung
dengan Sabda Allah, dan Tuhan Yesus adalah Sabda yang menjadi manuasia. Secara insting kita mengetahui bahwa Dia
memiliki sabda untuk hidup kekal. Dan
seperti domba yang rindu untuk diperintah, kita juga rindu untuk diatur oleh
Sabda Allah.
Kutipan: Semua
budaya mengarahkan kita menuju otonomi, tetapi hal ini bukan yang memuaskan
jiwa.
No comments:
Post a Comment