Adalah retret yang wajib diikuti oleh semua murid Sekolah Evangelisasi Pribadi Badan Pelayanan Keuskupan Pembaharuan Karismatik Katolik Keuskupan Surabaya baik yang berada di Surabaya, Kediri maupun Komunitas Bunda Kudus, meskipun ternyata ada beberapa orang yang tidak bisa ikut, yang tentunya akan mempengaruhi penilaian.
Saya sudah merencanakan untuk ikut retret ini sejak jauh-jauh hari termasuk mengajukan cuti. Bisa dibilang,selama tahun 2004, setiap cuti selalu saya isi dengan retret.
10 Desember 2004 siang, kami berkumpul di Gereja Hati Kudus Yesus Surabaya. Saya berangkat bersama Eko, Erlina, Ibu Binar dan Ibu Eny yang merupakan teman-teman di kelas misi evangelisasi sekitar jam satu siang dan sampai di rumah retret Sasana Krida Jatijejer, yang dimiliki oleh Keuskupan Surabaya, sekitar jam setengah tiga sore.
Sasana Krida adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tempat untuk latihan atau pembinaan. Disini dimaksudkan untuk tempat pembinaan mental yang terbuka untuk siapa saja yang menginginkan ketenangan, keheningan dan penyegaran rohani. Diberinama Jatijejer karena terletak di perbatasan desa Jatijejer dan Sukosari, menghadap gunung Penanggungan yang dilengkapi dengan camping ground. Hawa sejuk daerah pegunungan membuatnya tidak memerlukan AC.
Retret bertema “Tanggalkan manusia lama, kenakan manusia baru” dibuka dengan misa yang dipimpin oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm yang akan menjadi pembimbing retret bersama Romo Dr. Henrikus Pidyarto G, O. Carm.
Malam itu kami melakukan lectio divina mengenai perumpamaan anak yang hilang (Luk 15 : 11 - 32) dalam kelompok - kelompok dengan dibimbing seorang frater.
Setelah makan pagi keesokan harinya, saya mencari tempat untuk menyendiri. Saya menemukan tangga di dekat aula. Saya duduk di sana sendirian melihat ke kebun di bawahnya. Tiba-tiba semua masalah kantor yang terjadi akhir-akhir ini terlintas dan membuat saya berkata dalam hati, “Tuhan saya lelah”, dan tanpa terasa saya menitikkan air mata.
Seorang teman, Yohanes, yang menggantikan saya menjadi singer dalam ibadat pembukaan pelajaran tanggal 9 Desember 2004, sempat menanyakan mengapa saya menyendiri. Saya hanya bisa menjawab tidak apa-apa, untung mata saya silau terkena sinar matahari, jadi dia tidak tahu saya sedang menangis.
Hari itu, sesi demi sesi saya ikuti meskipun dengan kondisi mengantuk. Malam itu ditutup dengan Sakramen Pengakuan Dosa. Meski sempat kesal dengan orang yang membentuk antrian baru ketiga karena biasanya antrian mengaku dosa ada dua, yaitu di kanan dan kiri pintu masuk ruang pengakuan, akhirnya saya lega karena saya akhirnya menerima Sakramen Pengakuan Dosa sebelum menyambut datangnya Hari Natal.
Ketika ibadat pagi di hari Minggu, saya mencoba mengingat lagi masalah – masalah di kantor, tetapi ternyata masalah itu menjadi tidak mudah diingat dan saya tidak menangis. Rasanya semua beban yang selama ini menumpuk hilang begitu saja.
“Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat 11 : 28)
Surabaya, 1 Januari 2005
Saya sudah merencanakan untuk ikut retret ini sejak jauh-jauh hari termasuk mengajukan cuti. Bisa dibilang,selama tahun 2004, setiap cuti selalu saya isi dengan retret.
10 Desember 2004 siang, kami berkumpul di Gereja Hati Kudus Yesus Surabaya. Saya berangkat bersama Eko, Erlina, Ibu Binar dan Ibu Eny yang merupakan teman-teman di kelas misi evangelisasi sekitar jam satu siang dan sampai di rumah retret Sasana Krida Jatijejer, yang dimiliki oleh Keuskupan Surabaya, sekitar jam setengah tiga sore.
Sasana Krida adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti tempat untuk latihan atau pembinaan. Disini dimaksudkan untuk tempat pembinaan mental yang terbuka untuk siapa saja yang menginginkan ketenangan, keheningan dan penyegaran rohani. Diberinama Jatijejer karena terletak di perbatasan desa Jatijejer dan Sukosari, menghadap gunung Penanggungan yang dilengkapi dengan camping ground. Hawa sejuk daerah pegunungan membuatnya tidak memerlukan AC.
Retret bertema “Tanggalkan manusia lama, kenakan manusia baru” dibuka dengan misa yang dipimpin oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm yang akan menjadi pembimbing retret bersama Romo Dr. Henrikus Pidyarto G, O. Carm.
Malam itu kami melakukan lectio divina mengenai perumpamaan anak yang hilang (Luk 15 : 11 - 32) dalam kelompok - kelompok dengan dibimbing seorang frater.
Setelah makan pagi keesokan harinya, saya mencari tempat untuk menyendiri. Saya menemukan tangga di dekat aula. Saya duduk di sana sendirian melihat ke kebun di bawahnya. Tiba-tiba semua masalah kantor yang terjadi akhir-akhir ini terlintas dan membuat saya berkata dalam hati, “Tuhan saya lelah”, dan tanpa terasa saya menitikkan air mata.
Seorang teman, Yohanes, yang menggantikan saya menjadi singer dalam ibadat pembukaan pelajaran tanggal 9 Desember 2004, sempat menanyakan mengapa saya menyendiri. Saya hanya bisa menjawab tidak apa-apa, untung mata saya silau terkena sinar matahari, jadi dia tidak tahu saya sedang menangis.
Hari itu, sesi demi sesi saya ikuti meskipun dengan kondisi mengantuk. Malam itu ditutup dengan Sakramen Pengakuan Dosa. Meski sempat kesal dengan orang yang membentuk antrian baru ketiga karena biasanya antrian mengaku dosa ada dua, yaitu di kanan dan kiri pintu masuk ruang pengakuan, akhirnya saya lega karena saya akhirnya menerima Sakramen Pengakuan Dosa sebelum menyambut datangnya Hari Natal.
Ketika ibadat pagi di hari Minggu, saya mencoba mengingat lagi masalah – masalah di kantor, tetapi ternyata masalah itu menjadi tidak mudah diingat dan saya tidak menangis. Rasanya semua beban yang selama ini menumpuk hilang begitu saja.
“Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat 11 : 28)
Surabaya, 1 Januari 2005
Linda AB (linda_ab06@yahoo.com)
Stasi St. Aloysius Gonsaga Mojoagung, Paroki St. Yosef Mojokerto
Stasi St. Aloysius Gonsaga Mojoagung, Paroki St. Yosef Mojokerto
No comments:
Post a Comment