Dilema Pekerja
Gejolak pekerja di Indonesia yang akhir-akhir ini cenderung meningkat menandakan semakin tingginya kesadaran mereka akan hak-haknya. Dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum dan masih dalam batas-batas yang wajar tentunya harus dipandang sebagai suatu hal yang positif. Tetapi ternyata seringkali aksi para pekerja ini dibarengi dengan isu yang ditunggangi, yang memang bukan merupakan hal yang mustahil, sehingga seringkali pula ditanggapi dengan sebelah mata.
Masih cukup tingginya angka penggangguran di Indonesia membuat bargaining position para pekerja di hadapan pengusaha rendah. Kondisi ini membuat para pekerja yang merasa tidak puas dengan hak-haknya seringkali harus mau menerima apa yang menjadi keputusan perusahaan kalau tidak mau mengambil resiko di-PHK dan ini bisa jadi membuat asap dapurnya tidak mengepul lagi sedangkan perusahaan akan dengan mudah mencari penggantinya.
Di sinilah tampaknya peranan pemerintah sangat penting. Membuat bargaining position para pekerja tinggi. Benar-benar tegas dalam melaksanakan ketentuan tentang perburuhan, baik tentang upah minimum, THR dan lain-lain. Sekali aparat pemerintah berkolusi dengan pengusaha tentang ketentuan perburuhan ini, maka kondisi pekerja tidak akan semakin membaik.
Pekerja memang seharusnya dapat menolong dirinya sendiri dalam menuntut hak-haknya, tetapi ketika semua saluran sudah tidak memungkinkan tentunya uluran tangan pihak lain sangat dibutuhkan. Pemerintah salah satunya yang bisa membukakan salah satu saluran yang ada. Bisa juga lembaga swadaya masyarakat yang kini tumbuh bagai jamur di musim hujan.
Kehendak baik semua pihak tentunya akan meningkatkan kesehjahteraan para pekerja yang nantinya tentu berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan.
Pengirim: A. B. Lindawati P. (Pengamat masalah sosial kemasyarakatan)
Bukan Hanya Fisik
PJPT I, yang akan segera berakhir, telah menghasilkan pembangunan fisik yang mengagumkan. Gedung-gedung pencakar langit betebaran dimana-mana, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan semakin berkurang, industri tumbuh dimana-mana demikian juga pengadaan beras telah dapat diswasembada.
Tetapi di sini lain, bentuk-bentuk penyelewengan juga tidak sedikit. Kolusi antara pejabat dan pengusaha, pemberian monopoli, pungutan-pungutan liar, serta kejahatan kerah putih.
Hal-hal semacam ini sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius dari pemerintah di masa PJPT II. Hal-hal yang menyangkut mental, terutama aparat.
Pengusutan kasus-kasus yang menghebohkan di masa PJPT I haruslah terus dilakukan sampai tuntas, tidak peduli menyangkut pejabat, anak pejabat, pengusaha kelas kakap maupun rakyat kebanyakan. Pemberantasan korupsi tidak sekedar didengung-dengungkan atau melihat siapa pelakunya tetapi terus ditindaklanjuti terutama di instansi-instansi pemerintah, apalagi ada dugaan bahwa kebocoran dana pembangunan cukup besar.
Pejabat di tingkat pusat hendaknya memberi contoh, tidak hanya dengan kata-kata tetapi terutama dengan perbuatan. Demikian juga dengan pejabat di daerah. Tidak peduli atasan maupun bawahan, sesuai dengan sumpah yang diucapkan ketika memangku jabatan.
Kesadaran sebagai warganegara harus terus ditumbuhkembangkan. Bukan rahasia lagi bila saat ini segala sesuatu bisa dibeli. Semuanya harus ditegakkan sesuai aturan yang berlaku.
Dengan demikian dapat diharapkan bangsa ini dapat menjadi bangsa yang maju, bukan hanya dalam pembangunan fisiknya tetapi juga pembangunan mentalnya. Memang semuanya membutuhkan waktu, tetapi kalau tidak dimulai sekarang, apakah kondisi yang ada sekarang tidak akan semakin parah?
Pengirim: A.B. Lindawati P. (Pengamat masalah sosial)
No comments:
Post a Comment