Thursday, July 15, 2021

Mari Mengarang

Menghias Nasi Kuning

Dalam rangka perayaan Hari Kartini, di sekolahku diadakan berbagai perlombaan.  Antara lain: menghias nasi kuning, baca puisi, merangkai bunga, ratu luwes.  Aku ikut serta pula, yaitu dalam perlombaan menghias nasi kuning.  Kami diwajibkan beregu.  Aku beregu dengan salah seorang temanku yang juga sangat akrab.

Setelah tiba saatnya, aku menghias nasi kuning yang bahannya dibawa dari rumah bersama temanku.  Setelah semua regu selesai, maka tinggal menanti pengumuman.  Akhirnya tiba juga saat pengumuman.  Ternyata aku menjadi juara I.  Betapa senang hatiku.  Setelah acara selesai, kami diperbolehkan pulang.

Sampai di rumah, aku beritahukan kepada kakak-kakakku bahwa aku menjadi juara I menghias nasi kuning.

Dari penggemarmu: Oei Li Li

 

 

Pengumuman

 

Saat-saat yang mendebarkan telah selesai yaitu saat menempuh EBTA/EBTANAS.  KIni tinggal menunggu pengumuman.

Pengumuman menurut rencana diadakan pada tanggal 12 Mei 1986 pukul 12.00.  Ternyata diundur menjadi tanggal 13 Mei 1986 sedangkan STTB dan DANEM akan diberikan pada tanggal 14 Mei 1986.  Tapi penerimaan STTB dan DANEM diundur tanggal 20 Mei 1986 sedangkan penandatanganan STTB-nya tanggal 19 Mei 1986.

Waktu diumumkan siapa-siapa saja yang dinyatakan lulus aku sudah berdebar-debar, aku lulus atau tidak.  Sampai-sampai tanganku dingin semua,  Namaku pada nomer absen terletak pada nomer akhir jadi lama sekali menunggu namaku diumumkan.

Betapa senangnya aku ternyata aku dinyatakan lulus dan menduduki ranking II.  Ternyata usahaku selama ini tidak sia-sia karena waktu akan menghadapi EBTA/EBTANAS aku belajar sampai larut malam.

 

Pengirim: Lindawati Padmadewi  

 

Hidup Dewi

 

Di sebuah kita kecil hiduplah sebuah keluarga yang terpandang.  Keluarga itu terdiri dari seorang ayah, seorang ibu, empat orang anak, satu adik dan satu nenek.  Anak pertama bernama Dewi, anak kedua Heri, anak ketiga Wati dan anak ke-empat Siti.

Waktu itu Dewi masih kelas tiga SD.  Dia sering ke rumah kakeknya di kota dengan kedua orang tuanya.  Dia disuruh tinggal dan sekolah di rumah kakeknya.

Pada waktu naik kelas empat, Dewi minta pindah ke rumah kakeknya.  Dewi termasuk anak terkecil di rumah kakeknya karena pamannya yang terkecil sudah di SMP.

Dewi amat dimanja di rumah kakeknya.  Meskipun Dewi amat dimanja tetapi dia merasa tidak bahagia karena dia jauh dari orang tuanya.

Setiap kali orang tua dan adik-adiknya datang tidak pernah menginap tetapi langsung pulang.  Setiap orang tuanya akan pulang, Dewi selalu menitikkan air mata.

Dia selalu bahagia bila dekat dengan orang tuanya.

Dewi di kota dapat menyesuaikan diri dan dapat meraih juara III pada kelas IV catur wulan I dan juara III pada kelas IV catur wulan III.

Ketika sudah lulus SD, Dewi minta sekolah di kotanya kembali.  Meski Dewi dibujuk tetapi dia tetap tidak mau sekolah di rumah kakeknya.

Di SMP Dewi mempunyai sahabat dekat sejak masih di SD dulu yang bernama Maria. Kemana-mana mereka selalu berdua.

Pada waktu kelas I Dewi dapat meraih juara I dan kelas II juga juara I.

Sekarang ini Dewi mulai sakit-sakitan.  Dadanya terasa sesak. Dulu waktu masih kecil, Dewi sering sakit.  Tetapi sejak kelas empat Dewi sudah jarang sakit.

Mungkin karena sakitnya Dewi sampai beranggapan bahwa Tuhan akan memanggilnya.

Tetapi mudah-mudahan saja anggapan Dewi itu salah.

 

Mojoagung, 26 Februari 1985

 

Oei Li Li

 

Sebuah Persahabatan

 

Di sebuah kota kecamatan ada dua orang anak yang selalu bersama, kemana-manapun perginya.  Yang satu bernama Ratna sedang yang satu bernama Wati.  Mereka sekolah di sekolah yang sama juga di kelas yang sama.  Ratna adalah anak orang yang tidak mampu tetapi ia pandai, ia selalu meraih gelar juara dari SD.  Sedang Wati adalah anak orang kaya tetapi ia jika bergaul tidak memilih teman.  Ratna adalah anak yang pemalu dan selalu tertutup dan Wati adalah anak yang terbuka dan tidak pemalu,

Pada suatu hari Ratna kelihatan sedih sekali. Wati dapat merasakan kesedihan Ratna.  Lalu Ratna didesak Wati agar mau mengatakan kesedihannya.  “Apa sih persoalanmu?  Kalau bisa pasti aku bantu” kata Wati.  Tetapi Ratna diam saja.  Oleh Wati didesak terus- menerus.  Akhirnya Ratna mengatakan kesedihannya.  “Aku harus berhenti sekolah.  Karena aku telah tiga bulan tidak membayar uang sekolah.  Ayahku sakit keras jadi tidak dapat bekerja, sedangkan kami butuh uang untuk makan.  Ibukupun akhir-akhir ini sering sakit.”  Begitu penuturan Ratna.

Wati berjanji akan menolong Ratna, tetapi Ratna tidak mau dibantu.  Ia tidak mau menyusahkan orang lain.  Tetapi Wati menjawab,” Rat, sudah kewajibanku untuk menolong sesama.”  Setelah didesak Wati, barulah Ratna mau menerimanya.

Sebenarnya Wati tidak diperbolehkan bergaul dengan anak orang tidak mampu seperti Ratna oleh orang tuanya.  Tetapi Wati tetap bergaul dengan dengan anak orang yang tidak mampu. Wati sudah berkali-kali menyadarkan orang tuanya.  Tetapi tidak tidak berhasil.  Dan sekarang Wati mencoba meminta bantuan kepada orang tuanya.  Tetapi orangtuanya menolak memberi bantuan.  Bahkan mengancam akan menyekolahkan Wati ke luar kota dan tidak akan diberi uang saku selamanya.  Wati kehabisan akal mendengar penolakan orang tuanya.

Tetapi akhirnya Wati ingat bahwa ia mempunyai tabungan di Bank yang lumayan banyaknya.  Langsung saja Wati ke Bank untuk mengambil uangnya.  Semua diambilnya.  Tetapi setelah diperinci ternyata kurang sebab ayah Ratna sudah lama di rumah sakit!

Ratna sekarang sudah tidak masuk sekolah.  Wati sudah berusaha memeras otak untuk memperoleh sumbangan.  Akhirnya dia mendapat akal, dia akan meminta bantuan kepada teman-temannya.

Setelah semuanya terkumpul, Wati segera ke rumah Ratna untuk ke rumah sakit agar ayah Ratna segera disembuhkan.  Dan usaha Wati yang kedua adalah meminta kepada Kepala Sekolah untuk memberi keringanan SPP Ratna.  Ternyata bapak Kepala Sekolah meluluskan permintaan Wati .

Akhirnya berkat usaha keras Wati dan pertolongan Tuhan yang Maha Esa, ayah Ratna berangsur-angsur sembuh dari sakitnya.  Ratna kembali sekolah dan orang tua Wati sadar akan tindakannya dulu yang lebih mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.  Bahkan orang tua Wati memberi pekerjaan kepada ayah Ratna.  Dan yang lebih penting adalah Wati diberi penghargaan oleh Bapak Kepala Sekolah dan diberi gelar “Pahlawan Cilik”.   Wati bahagia sekali.

 

Mojoagung, 25 Februari 1985

 

Oei Li Li

No comments:

Post a Comment