Tuesday, July 20, 2021

Laporan Utama: Sekolah Katolik

 Pengantar:

Bila kalender menunjuk pada bulan Juli maka dunia persekolahan, Katolik khususnya, akan menjadi buah bibir para bapak dan ibu rumah tangga yang mempunyai putra-putri usia sekolah.  Redaksi juga menaruh minat yang sama, maka jadilah laporan utama kali ini.

Laporan ini terdiri dari tiga bagian, yaitu beberapa hal dari Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik, sebuah refleksi serta hasil wawancara tertulis dengan Yayasan Fatima (dari empat yayasan yang dihubungi, satu yayasan menyatakan tidak bersedia sekarang karena sedang sibuk, satu yayasan ketuanya sedang tidak ada di tempat, satu yayasan memberi rekomendasi untuk meghubungi salah seorang kepala sekolahnya karenn sang ketua sedang tidak ada di tempat tetapi ternyata beliau juga tidak bersedia karena sedang sibuk dan hanya satu yayasan yang bersedia diwawancara).

Untuk menyiapkan laporan utama kali ini, yang hanya diberi waktu empat hari untuk memenuhi deadline, selain digunakan sumber-sumber tertulis juga digunakan hasil perbincangan dengan beberapa orang yayasan-baik yag masih aktif maupun yang sudah mantan-sebagai bahan refleksi.

Akhirnya, semoga laporan utama ini tidak hanya sekedar sebuah tulisan tetapi benar-benar mengundang sebuah refleksi yang pada akhirnya membuahkan karya nyata. (Redaksi).

 

Berbicara tentang sekolah Katolik tentunya tidak bisa dilepaskan dari tujuan pendirian sekolah Katolik itu sendiri, yaitu sebagai sarana istimewa untuk memajukan pembentukan manusia seutuhnya mengingat sekolah adalah pusat pengembangan dan penyampaian konsepsi tertentu mengenai dunia, manusia dan sejarah.

 

Ciri Khas Sekolah Katolik

Kristus adalah dasar dari seluruh usaha pendidikan dalam sekolah Katolik. Bahwa semua warga komunitas sekolah menurut cara mereka masing-masing ambil bagian dalam visi Kristiani tersebut, fakta inilah yang menjadikan sekolah Katolik, dengan demikian prinsio-prinsip Injil menjadi norma pendidikan karena bagi sekolah prinsip-prinsip itu lantas menjadi motivasi dari dalam dan tujuan akhir.

Sekolah Katolik dengan demikian berkewajiban untuk membangun manusia seutuhnya karena di dalam Kristus, Manusia Sempurna, semua nilai manusia dipenuhi dan disatukan.  Disinilah letak ciri khas Katolik dari sekolah.

 

Pengajaran Agama

Pengajaran Agama menjadi tugas khusus sekolah, yaitu mewariskan kebudayaan secara kritis dan sistemastis dengan cahaya iman dan menampilkan kekuatan keutamaan Kristiani melalui integrasi kebudayaan dengan iman dan integrasi iman dengan kehidupan.  Akibatnya sekolah Katolik menyadari pentingnya pengajaran Injil seperti yang disampaikan oleh Gereja Katolik.

Tanpa hubungan secara tetap dengan Injil dan tanpa pertemuan yang sering dengan Kristus, sekolah Katolik kehilangan tujuannya.

Pendidikan tidak diberikan guna memperoleh kekuasaan tetapi sebagai bantuan untuk memahami lebih lengkap mengenai manusia, peristiwa-peristiwa dan benda-benda serta mempersatukan dengan semua itu.  Pengetahuan tidak boleh dipandang sebagai sarana untuk memperoleh kekayaan dan sukses materiil tetapi sebagai panggilan untuk melayani dan bertanggungjawab terhadap orang lain.

 

Sisi Lain Proses Pendidikan dalam Sekolah Katolik

Terlepas apakah komunitas Katolik membentuk iman kaum mudanya melalui sekolah Katolik atau tidak, sekolah Katolik itu sendiri pada dasarnya tidak memecah belah atau angkuh.  Ia membuka diri bagi pihak lain dan menghargai cara berpikir dan cara hidup mereka.  Ia tidak memperuncing perbedaan-perbedaan, tetapi justru membantu kerjasama dan kontak dengan lainnya.

Di beberapa negara, karena peraturan perundangan-undangan dan kondisi ekonomi setempat, sekolah Katolik mengambil resiko memberikan kesaksian balasan dengan menerima sejumlah besar anak-anak dari keluarga-keluarga kaya karena mereka perlu berswasembada dalam keuangan.  Keadaan ini sangat menjadi perhatian mereka yang bertanggungjawab atas pendiidkan Katolik karena Gereja memberikan pelayanan pendidikannya pertama-tama dan terutama kepada orang miskin atau mereka yang kehilangan bantuan dan kehangatan keluarga atau mereka yang kehilangan iman. Bila sekolah Katolik mencurahkan perhatiannya secara khusus dan menonjol kepada mereka yang kaya, ia akan membantu mereka mempertahankan kedudukan istimewa mereka dan dengan begitu akan terus menyokong masyarakat yang tidak adil.

 

Sekolah Katolik sebagai Pelayanan kepada Gereja dan Masyarakat

Komunitas sekolah Katolik merupakan sumber pelayanan yang tidak dapat digantikan, bukan saja bagi para murid dan para warga lainnya melainkan juga bagi masyarakat.  Melalui kehadirannya, sekolah Katolik memberitahukan kekuatan iman yang memperkaya sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan mahabesar yang menyusahkan umat manusia.  Terutama ia dipanggil untuk memberikan pelayanan dengan kerendahan hati dan cinta kasih kepada Gereja dengan menjamin bahwa kehadiran Gereja dalam bidang pengajaran adalah bermanfaat bagi keluarga umat manusia.

Dengan cara itu, sekolah Katolik menjalankan kerasulan sejati.  Maka berkarya dalam kerasulan ini berarti menjalankan suatu karya yang unik dan tak ternilai bagi Gereja.

 

Kesulitan-kesulitan Sekolah Katolik

Sekarang, seperti dahulu, beberapa lembaga pengajaran yang memakai nama Katolik tidak nampak menjalankan sepenuhnya prinsip-prinsip pendidikan yang seharusnya menjadi ciri khas lembaga-lembaga itu.  Dengan demikian, lembaga-lembaga itu tidak melaksanaka tugas-tugas yang diharapkan dari mereka oleh Gereja dan masyarakat, yang berhak penuh atas harapan itu.  Di sini diketengahkan beberapa butir faktor dengan harapan untuk merangsang beberapa pemikiran sebagai dorongan ke arah pembaharuan yang berani:

1. Identitas Sekolah yang Sebenarnya

Seringkali kekurangan yang kiranya paling dasar pada orang-orang Katolik yang berkarya di sekolah adalah pengertian yang jelas tentang identitas sekolah Katolik dan keberanian untuk mengikuti semua konsekuensi dari kekhasan tersebut.  Harus diakui bahwa melebihi sebelumnya, tugas sekolah Katolik sangat jauh lebih sulit, lebih rumit karena inilah saatnya dimana ajaran Kristiani menuntut diberi pakaian baru, dimana segala cara perubahan dimasukkan ke dalam Gereka dan kehidupan duniawi, dan terutama dimana mentalitas yang bercabang berkuasa dan Injil Kristiani makin bertambah didesak ke jalur samping.

2. Kritik Diri secara Terus-menerus dan Kerjasama

Karena itu, loyalitas kepada cita-cita pendidikan sekolah Katolik menuntut kritik terhadap diri sendiri dan kembali ke prinsip-prinsip dasar, ke motif yang mengilhami keterlibatan Gereja dalam pendidikan.  Hal tersebut tidak memberikan arah yang dapat mulai memecahkan masalah-masalah itu.  Harus diperhitungkan pandangan-pandangan baru dalam pedagogi dan kerjasama dengan pihak-pihak lain, tanpa memandang ikatan agama, yang dengan jujur bekerja bagi perkembangan sejati umat manusia.

3. Kesuliatn Keuangan

Kesulitan yang menghalang-halangi sekolah Katolik memperluas pelayanan kepada semua kelas sos-ek serta memaksa mereka memberikan kesan palsu seakan-akan hanya menyelenggarakan sekolah bagi orang kaya.

 

Jaminan atas Ciri Khas Katolik dari Sekolah

Kerjasama kerasulan dari pihak dua kelompok, baik klerus maupun biarawan-biarawati dan dari pihak awam adalah kerangka yang menjamin ciri khas Katolik dari sekolah.  Kendati pengawasan terhadap kemurnian pengajaran agama dan terhadap ketaatan dalam melaksanakan moral Kristiani di sekolah-sekolah Katolik adalah wewenang Uskup, namun menjamin pemeliharaan lingkungan pendidikan yang khas Kristiani adalah praktek adalah tugas seluruh komunitas pendidikan, terutama bagi orang tua Kristiani yang mempercayakan anak-anak mereka kepada sekolah dan guru.

Bila timbul kesulitan-kesulitan dan pertentangan-pertentangan mengenai ciri khas yang otentik dari sekolah Katolik, pimpinan hirarki dapat dan harus campur tangan.

 

Keterbukaan terhadap orang-orang non Kristiani

Dengan kepastian bahwa Roh berkarya dalam setiap pribadi, sekolah Katolik menawarkan dirinya berikut segala tujuan dan sarananya yang khas kepada semua orang, termasuk yang non Kristiani, dengan memberitahukan, menjaga dan meningkatkan mutu kerohanian dan moral, nilai-nilai sos-bud, yang memberikan ciri kepada pelbagai peradaban.  Satu-satunya persyaratan yang akan dibuat karena merupakan hanya-untuk kelangsungan keberadaanya adalah tetap setia tujuan kepada pendidikan sekolah Katolik.

 

Sekolah dan Pewartaan Injil

Kiranya bermanfaat mengingat kembali apa yang dikatakan Magisterium Bersama dan bekerjasama dengan keluarga, sekolah menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk berkatakese, yang tidak boleh dilalaikan....Tentu saja, hal ini khusus menunjuk sekolah Katolik; tidaklah layak lagi mendapatkan sebutan Katolik, tidak peduli betapa hebat nama baiknya untuk pengajaran di bidang-bidang lain, jika hanya ada alasan-alasan untuk menyesali kelalaian atau penyimpangan dalam pendidikan agama yang tepat disebut demikian.  Tidaklah benar bahwa pendidikan seperti itu senantiasa secara tersirat atau tidak langsung.  Ciri khas sekolah Katolik dan alasan yang mendasari keberadaanya, alasan mengapa para orang tua Katolik lebih suka sekolah Katolik, justru adalah mutu pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pendidikan para siswa.

 Ada suatu hubungan erat sekaligus perbedaan yang jelas antara pengajaran agama dan katekese atau penyampaian warta Injili.  Hubugan erat itu memungkinkan sekolah tetap sekolah namun memadukan kebudayaan dengan warta Kristiani.  Perbedaannya, katekese mengandaikan isi pendengar menerima warta Kristiani sebagai kenyataan yang menyelamatkan apalagi katekese dilaksanakan dalam suatu komunitas yang menghayati imanya dalam ukuran ruang dan waktu yang tidak tersedia bagi sekolah: sepanjang hidup. (ab, dari Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik)

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Suara dari Yayasan Fatima

 

Yayasan Fatima adalah sebuah yayasan yang dikelola oleh suster-suster Gembala Baik dan hanya ada di Kesukupan Bogor.  Tujuan utama pendirian yayasan ini di tahun 1958 adalah agar dapat berkarya sesuai kharisma RGS, yaitu dengan melalui bidang pendidikan, pengajaran dan amal.  Semula yayasan ini mengelola TK, SD, SMP di Bondongan tetapi kemudian hanya SMKK Baranangsiang yang dikelola karena keterbatasan jumlah anggota tarekat sehingga TK, SD, SMP tersebut kemudian diserahkan kepada tarekat SFS.  Orientasi khusus yayasan ini adalah tertuju kepada para pemudi.

Berikut ini adalah hasil wawancara tertulis A.B. Lindawati dengan Suster Bernadette, RGS selaku ketua Yayasan Fatima.

 

T: Muncul keluhan bahwa sekolah Katolik mahal sehingga tidak terjangkau oleh keluarga yang tidak mampu sehingga mereka terpaksa harus menyerahkan pendidikan anak-anaknya di sekolah non-Katolik.  Bagaimana tanggapan yayasan terhadap pernyataan ini?  Mengapa?

J: Tanggapan kami terhadap sekolah Katolik mahal”, kami tidak bisa meng-amin-i, harus ditinjau dari mana seginya sehingga dapat mengatakan hal itu.  Pemecahan masalah terpaksa harus menyerahkan pendidikan anak-anaknya ke sekolah non Katolik inipun belum tentu dapat dibenarkan.  

Menurut pengamatan dan pengalaman kami, yayasan yang kami kelola belum terdengar keluhan.  Kami tuangkan perwujuadn kharisma kami melalui pelayanan dalam pendidikan, pengajaran dan amal khususnya para pemudi lebih-lebih yang sangat membutuhkan pertolongan.

T: Apa yang telah dilakukan yayasan menanggapi semangat option for the poor?   Mengapa?

J: Yayasan kami tidak lagi menanggapi option for the poor  tetapi sudah action for the poor.  Bagi para pemudi yang ada minat belajar dan mampu belajar, yang berasal dari keluarga kurang mampu, kami tolong untuk diberi pendidikan dan keterampilan demi masa depan dan ada cukup banyak dari keluarga yang seperti  ini bahkan juga dari luar bogor, jadi harus masuk asrama.

Untuk mendapatkan dana bagi mereka, yayasan juga mengelola kegiatan produktif yaitu catering, menerima jahitan.  Kami mengharapkan bantuan dari para dermawan Bogor tetapi hal ini sangat seret.

Bagi para pemudi yang berminat belajar namun kemampuan belajar agak kurang-NEM rendah-kami bantu mereka dengan memberi kesempatan belajar dan keterampilan demi masa depan mereka.  Ini membutuhkan kerja berat dan perjuangan dari kedua belah pihak: staf pengajar dan siswa sendiri.  Ini dapat berhasil karena didasari semangat Gembala Baik.

T: Apakah ada harapan terhadap umat?  Mengenai hal apa?

J: Harapan yang muncul terhadap umat: agar makin terjalin keakraban, kerjasama, keterbukaan, kerendahan hati dan kejujuran.  Dewasa dalam moral dan spiritual, mampu bersaksi akan Kristus dalam hidupnya di masyarakat, mulai dulu dari keluarganya sendiri.

 

Wajah Sekolah Katolik Kita (Di Keuskupan Bogor): Sebuah Refleksi

 

Dalam tulisan ini saya hanya akan menampilkan apa yang pernah saya dengar, baca, diskusikan dengan orang lain, entah itu umat, imam, suster maupun bruder di Bogor.  Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengkambinghitamkan pihak tertentu melainkan mengajak semua pihak-entah itu klerus, biarawan-biarawati atau umat-untuk berani meihat kembali wajah sekolah Katolik kita, meskipun hanya /baru sebagian kecil, sehingga tujuan sekolah Katolik kita dapat tercapai tanpa harus mengorbankan identitas/ciri khasnya.

Berbulan yang lalu, dalam sebuah angkotan kota saya sempat mendengar seorang ibu, sebut saja ibu X, berbincang dengan ibu lain yang duduk di sebelahnya.  Ibu X ini mengatakan untuk masuk ke sebuah sekolah Katolik, saya lupa beliau menyebut nama sekolahnya atau tidak, surat keterangan dari Pastor Paroki yang menerangkan bahwa anaknya berasal dari keluarga yang kurang mampu tidak bisa digunakan untuk meminta keringanan uang masuk.  Seya belum pernah melihat sendiri bagaimana sih pihak yayasan sekolah Katolik melakukan wawancra dengan calon orang tua muridnya tetapi saya pernah membaca hasil pengamatan yang dilakukan oleh mingguan HIDUP di sekolah-sekolah Katolik yang terkenal dan mendengar pengalaman sebuah keluarga Katolik.  Apa yang saya dengar di angkutan kota itu tentu saja membekas dalam pikiran saya, kog begitu? itu yang muncul.  Karenanya dalam suatu kesempatan, saya ceritakan hal ini kepada seorang suster.  Beliau mengatakan bahwa umat seharusnya berani menghadapi sendiri masalahnya dalam artian dia seharusnya berani mengungkapkannya sendiri kepada pihak yayasan dan tidak malah berlindung di balik surat keterangan tersebut.  Kalau ini benar dilakukan, apa iya yayasan akan mempercayainya?  Sayang saya lupa tidak mengejar suster itu dengan pertanyaan yang satu ini.  Tapi mungkin pertanyaan ini bukan hanya ditujukan kepada suster tsb tetapi kepada semua pengelola yayasan sekolah Katolik.

Saat ini ada upaya-upaya agar di sekolah Katolik diberikan juga pelajaran agama lain bila jumlah siswa yang beragama lain tersebut dalam satu kelas melebihi jumlah tertentu.  Dari hasil bincang-bincang saya, saya bisa menarik kesimpulan bahwa yayasan-yayasan tertentu (saya tidak berani mengatakan semua karena tidak semua yayasan sempat didengar komentarnya) tidak bisa menerima hal ini, karena pemberian pelajaran agama Katolik adalah konsekuensi dari ciri khas yang dimiliki oleh sebuah sekolah Katolik.  Dengan demikian, bila pelajaran agama lain diberikan di sebuah sekolah Katolik sebagai upaya memenuhi hak asasi siswa yang beragama lain maka tindakan ini tidak bisa dibenarkan.  Tetapi umat boleh kaget bila saya katakan di sini bahwa ada sekolah (sekolah) Katolik yang dikelola oleh pihak Keuskupan Bogor yang berada di daerah-daerah terpencil, yang tidak ada satupun guru maupun muridnya yang beragama Katolik sehingga pelajaran agama yang diberikan pun sesuai dengan agama yang dianut oleh para guru dan murid di sana.  Saya tidak tahu, ini sebuah keprihatinan atau bukan (karena pasti ada berbagai sudut peninjauan) tapi yang jelas saya sangat kaget (karenanya saya tuliskan bahwa umat boleh kaget) ketika mendengar ini.  Sampai saat ini saya masih beranggapan bahwa kalaupun tidak diberikan pelajaran agama Katolik karena murid dan gurunya tidak ada yang Katolik tetapi setidaknya diberikan pelajaran etika atau entahlah apa namanya yang jelas nilai-nilai Katolik bisa masuk tetapi bukan pelajaran agama lain yang justru dalam hal-hal tertentu tidak sejalan kalau tidak boleh dikatakan bertentangan dengan nilai-nilai Katolik.

Itulah dua contoh kasus yang bisa saya tuliskan.  I have a Dream-nya Y.B. Mangunwijaya, Pr mungkin bisa banyak memberi arti bagi upaya melihat kembali kebijaksanaan di sekolah sekolah Katolik kita terutama oleh-oleh dari konferensi yang diikutinya di Mexico.

Saya jadi teringat apa yang dikatakan oleh Permadi, SH, Ketua Yayasan Parapsikologi Semesta, ketika ditanyakan kepadanya tentang pelayanan Rumah Sakit Katolik (HIDUP no. 6 tahun XLVII 7 Februari 1993), Beliau mengatakan bahwa beliau melihat mereka para suci yang dipakai namanya untuk Rumah Sakit itu pada menangis, karena tidak sesuai dengan cita-cita mereka dulu ketika masih hidup.

Semoga tulisan ini, bila dimuat, benar-benar bisa menjadi bahan refleksi yang menggugah kita semua.  (A.B. Lindawati).


P.S. Dimuat di Media Komunikasi Antar Paroki Keuskupan Bogor "Mekar" Tahun VI No. 12 Jul 93

No comments:

Post a Comment